Rabu, 15 Sept.2004
Sang naga…
Pernahkah kau bertemu dengannya?
Ia bukan teman tapi selalu mendekati
Karena tahu kan binasa tapi tak ingin sendiri
Ia menawarkan bara
Menyerupai gula
Hatinya mengoyakkan cinta
Bersampulkan desis setia
Ia membayangimu dalam setiap mimpi
Karena tahu kau ingin menggapai tanpa harus mendaki
Ia tertawa kala kau jatuh
Tapi tunjukkan wajah tersentuh
Ia menari waktu kau tak sembuh
Lalu melebarkan luka bertopeng teduh
Aku pernah terjerat tapi tak ingin tersekap
Jagad raya melolong dan Ayah menarikku dalam dekap
Ia menghujat dalam kelam
Menanti saat tepat tuk penuhi dendam
Kini ku hanya menatap dari jendela
Mengagumi caranya perdayai manusia
Thursday, September 16
AYAH…AKU…
Rabu, 15 Sept. 2004
Aku bernafas
Tapi aku haus
Apakah yang kuhirup ini?
Aku minum
Tapi aku lapar
Apakah yang kucecap ini?
Aku makan
tapi aku sesak nafas
Apakah yang kugigit ini?
Aku berjalan
Tapi aku duduk
Apakah yang aku tapaki ini?
Aku memegang
Tapi aku terbang
Apakah yang kuraih ini?
Aku pulang
Tapi aku tak pernah kembali
Apakah yang kupunya ini?
Aku bercinta
Tapi aku menjauh
Apakah yang kuberi?
Aku…
Hmmm….
Tak pernah…(puas)
Aku dambakan….(hidup)
Hmmm…?
Jadi aku harus….(kembali?)
Masih bolehkah?
Terima kasih Ayah!!!
Aku bernafas
Tapi aku haus
Apakah yang kuhirup ini?
Aku minum
Tapi aku lapar
Apakah yang kucecap ini?
Aku makan
tapi aku sesak nafas
Apakah yang kugigit ini?
Aku berjalan
Tapi aku duduk
Apakah yang aku tapaki ini?
Aku memegang
Tapi aku terbang
Apakah yang kuraih ini?
Aku pulang
Tapi aku tak pernah kembali
Apakah yang kupunya ini?
Aku bercinta
Tapi aku menjauh
Apakah yang kuberi?
Aku…
Hmmm….
Tak pernah…(puas)
Aku dambakan….(hidup)
Hmmm…?
Jadi aku harus….(kembali?)
Masih bolehkah?
Terima kasih Ayah!!!
ADUH...!!!
Senin, 13 Sept.2004
Tak ku dengar celoteh telapak tanganku
Yang tak putus bilang……(kataku: ah, masa?)
Tak kuindahkan senyum sang kartu
Yang isyaratkan….(kataku: ohh, ya?)
Aku tak mau berteman dengan bola kaca
Yang bilang ku kan temui….(kataku: ya, lalu?)
Aku tak akan percaya pada tata surya
Yang bilang kuhadirkan bersama….(kataku: hmm, begitu?)
Di saat aku mulai menggerutu
Bayangmu melintas…laju!
Di saat aku makin tak peduli
Dongeng mereka menjelma... di dalammu!!!!
Aduhh…!!!
Tak ku dengar celoteh telapak tanganku
Yang tak putus bilang……(kataku: ah, masa?)
Tak kuindahkan senyum sang kartu
Yang isyaratkan….(kataku: ohh, ya?)
Aku tak mau berteman dengan bola kaca
Yang bilang ku kan temui….(kataku: ya, lalu?)
Aku tak akan percaya pada tata surya
Yang bilang kuhadirkan bersama….(kataku: hmm, begitu?)
Di saat aku mulai menggerutu
Bayangmu melintas…laju!
Di saat aku makin tak peduli
Dongeng mereka menjelma... di dalammu!!!!
Aduhh…!!!
SATU
9 Maret 2004-03.00
Voor Punky n Dino
Voor Punky n Dino
Kau di ladang
Aku di padang
Tatap 1 mentari di 1 petang
Kau di hutan
Aku di lautan
Lukis 1 wajah pada 1 rembulan
Kau arungi langit
Aku jelajahi bukit
Berdetak 1 ritme dalam 1 dunia sempit
Karenanya…
Ku tak goyah di tiap hentak
Kau tak gentar di tiap sentak
Ku yakin kau kan datang
Kau tahu ku kan menjelang
Aku di padang
Tatap 1 mentari di 1 petang
Kau di hutan
Aku di lautan
Lukis 1 wajah pada 1 rembulan
Kau arungi langit
Aku jelajahi bukit
Berdetak 1 ritme dalam 1 dunia sempit
Karenanya…
Ku tak goyah di tiap hentak
Kau tak gentar di tiap sentak
Ku yakin kau kan datang
Kau tahu ku kan menjelang
Monday, September 13
MY WOMAN, CAN WE SKIP DATING???
(WHAT A NIGHT!!!)
Virgie
06/09/04 20:45
How’s life? Eh mo gw knalin ama anak advertising gak? Orgnya seru…suka party…dia blh nelp lu gak? Dia mau ke Bdg Jumat ini, ok?
Karin
06/09/04 20:46
Hah? Loe sinting ya..siapa tuh?tmn loe?loenya pkbr?
Virgie
06/09/04 20:49
Namanya Jimmy Abimalao....udah deh pokoknya ntar dia nelp lu mlm ini, blh kan?
Reply
Hah?gila lu ya..itu tuh siapaaaa??? Dia…
Ah, kayaknya percuma deh mengirimkan sms. Aku batalkan mengetik sms berikutnya. Virgie bener-bener sinting. Nggak capek ya dia selalu berusaha menjadi mak comblang yang baik. Berkali-kali dia mengenalkan aku dengan ini, sama itu, sepupunya ini, kakak tingkatnya itu, wah! Dan yang paling gila, dia pernah berusaha menjodohkan aku dengan mantannya, yang menurutnya ‘Karin banget’ dan pasti akan lebih cocok menjadi pacarku. Sinting! Aku pikir kepindahannya dari Bandung ke Jakarta bakal menghentikan semua usaha ‘tolol’-nya itu. Aku tidak suka di ‘comblangi’. Bukan karena merasa sok laku. Tapi bukankah lebih menarik jika kita menemukan ‘orang yang tepat’ lewat berbagai pengalaman hidup kita? Satu bulan ini terasa cukup tenang tanpa ‘kegiatan regular’ Virgie. Tapi, sebenarnya kangen juga sih ama Jiji, panggilan sobatku yang kukenal lewat bekerja di salahsatu radio anak muda Bandung semasa kuliah, lalu semenjak lulus aku pindah kerja ke redaksi majalah ini, dan dia yang tadinya sempet di redaksi majalah lain di Bandung sekarang pindah kerja lagi ke Jakarta. Memangnya, kantor barunya di Bona Advertising itu membuat dia menemukan korban-korban baru yang potensial untuk dijodohkan denganku??? Mungkin lebih baik aku menelponnya saja, ya.
“Hei Jiji…loe sinting yah…apaan sihh…”
“Ha..ha..ha..udah deh say…orangnya ada disebelah gw niiii….ntar dia telpon lu yah…ok? ok?” jawabnya cepat sebelum aku sempat menyelesaikan opening-ku. Dari cara tertawanya sih aku menangkap gelagat iseng totalllll.
“Heehh…gw kan kangen ama loe? Lagi ngapain loe, kok ‘ujug-ujug’ (tiba-tiba aja tanpa alasan yang jelas) mo ngejodohin gw ama orang sekantor loe??? Dia itu temen loe, ato siapa sih? Aduhh loe tuh ya…”
“Cintaaaaa, nggak enak nih klo ngobrol tentang orangnya, sementara dia disebelah gw nih yaaa…” katanya centil sambil tertawa-tawa. “Gw masih training, nih. Bentar lagi pulang. Dan lu tunggu aja ntar dia telpon, ya! Gw juga banyak cerita nih...tapi ntar deh kita ngobrolnya. Ngobrol ama dia aja dulu yaaaa….daaaaaahhhh!”
“ Ji…”
Klik.
Hah??? Sakit jiwaaaaaa. Telpon udah diputus dari seberang. Jijiiiiiiiiiiiiiiiieeeeeee!!!! Aku mulai geram. Ok, mungkin kita lihat aja nanti. Model laki-laki seperti apa lagi yang mau dia kenalkan malam ini. Aku buka lagi message yang menyebutkan nama temen kantornya itu. Hmmm, Jimmy Abimalao. Not a bad name. Tapi menggambarkan orang mana, ya? Dari sebuah survey, seseorang akan tergolong sebagai orang Indonesia tulen apabila mereka sangat tertarik untuk selalu tahu tentang kesukuan, agama, pekerjaan, gaji, dan terakhir status perkawinan dari orang lain. Wah….aku termasuk ya?
Ringer tone Friends berbunyi dari HPku. “Halo..?”
“Hai, gw Jimmy. Gw temennya Virgie yang dia bilang tadi mo telpon. Ini Karin kan? Eh, gw mo jalan ke Bdg jumat ini!” Hmm, suara yang bagus pikirku. Tapi aku tidak cukup gila untuk menemani jalan orang yang tidak dikenal. Don’t talk to strangers, ya kan? Tapi karena Indonesia cukup ramah, mungkin lebih pas kalo Don’t walk with strangers, hehe. Buktinya aku sudah mulai ngobrol dengan orang asing ini.
“Iya, ini Karin. Eh, temen satu kantor Virgie, ya??? Virgie tuh sinting ya…,” aku berusaha tidak terdengar kaku.
“Jangan bilang Virgie yang sinting, deh. Gw kali yang sinting, hehehe… Mmm, nggak…tadi iseng si Virgie nunjuk-nunjukin foto di Hp-nya. Trus ada foto dia bareng lu lagi pake baju biru. Trus dia bilang-mo dikenalin nggak?anaknya seru lho dan dia seagama ama loe tuh-gitu…”
Heehh? Pake baju biru? Baju biru gw yang mana ya? Kapan itu gw foto-foto bareng Virgie dengan Hp-nya? Aku berusaha mengingat mati-matian. Dan jadi teringat juga dengan kalimat terakhir….apa tadi? seagama?
“Iya…kalo dia nggak bilang loe seagama ama gw, gw juga ngga akan telpon kali..” lanjutnya seolah-oalh tahu isi pikiranku.
“Wah…kok cara pilih-pilih temennya gitu sih…gila loe!!!” kataku masih berusaha santai dan mencari-cari topik apa yang bisa membuat obrolan ini bakal menarik. Soalnya, kok berasa jadi SARA gini sih obrolannya.
“Justru itu, gw nggak cari temen. Temen gw banyak kok. Satu gedung kantor yang berlantai 20 ini hampir gw kenal semua, hehe. Belum lagi dari kantor advertising lain. Gw juga banyak kenal anak-anak radio, majalah, TV di Jakarta. Tapi temen gw dari segala kalangan kok…A ampe Z. Yang statusnya ‘tidak terdengar’ juga banyak, hehe,” katanya bertubi-tubi. Tapi anehnya, bisa terdengar tidak sombong. Karena itu, bisa jadi dia memang punya banyak teman. Super pede begini. Aku akui dia cukup ramah, dan sebenarnya mungkin agak…sakit jiwa. Orang-orang sakit jiwa dengan berbalut kepribadian super pede kan memang lebih gampang dapat kenalan. Mereka gampang populer. Karena suka tidak suka, otak kita akan lebih gampang mengingat mereka. Dan suka tidak suka, kita akan menjadi terbiasa dan akhirnya merasa ada dalam lingkaran hidup mereka sebagai teman. Atau hanya orang-orang sakit jiwa itu yang merasa kita teman mereka, ya? Dan kita ikut terinfeksi dengan jadi merasakan hal yang sama?
“Wahh…yang anak gaul! Hueheuheue,” kataku berusaha menimpali. Sebenarnya masih bingung mau ngobrol apa, karena konsentrasi gw sempet terganggu dengan kalimat pertama-nggak cari temen???
“Nggak…bukan gaul. Gw ngga berasa anak gaul. Gw cuma suka berteman, dengan siapa aja. Dan gw ngerasa temen gw dah banyak banget. Sampe gw ngga hapal semua namanya. Nah, masalahnya adalah gw cari pacar, hehe,” katanya tanpa basa-basi.
“Haaah???Sinting!!!!” kata gw jadi salah tingkah sendiri. Ya ampun ini orang, pikirku.
“So..gw mo nanya. Bener ngga kata Virgie, loe masih single? Kan sebagai mantan jurnalis, gw harus cross check, dong hehehee. Dulu gw sempet di majalah Waktu. Fotografer. Gw suka foto. Jangan bilang loe suka difoto.”
“Ih…gw ngga gitu suka difoto. Soalnya dah tau lahir batin kalo ngga fotogenic…dan ngga berharap jadi fotogenic. Banyak orang yang katanya ngerasa klo ngeliat cewek cantik di foto, sering aslinya ternyata biasa aja. So, daripada difoto, mending orang liat gw aslinya deh. Gw s-a-n-g-a-t lebih cantik aslinya…heuheuheuehuehue…” kataku berusaha berkelit sambil bercanda. Padahal, cita-cita tuuuh mau difoto satu rol penuh sama Kingkong, salahsatu dari sekian banyak temen yang hobi fotografi, tapi satu-satunya yang pernah bilang aku terlihat bagus untuk difoto alias fotogenic, hanya agar aku bisa merasa lebih ‘pede’ di depan kamera, hehe. Dan dengan bercanda seperti tadi, aku berharap Jimmy akan lupa dengan pertanyaan awalnya. Tapi…
“Eh..jadi gimana? Jomblo kan? Jomblo kan?” tanyanya penuh selidik…atau…berharap??? Oh!!!
“Dasar…masih inget tho ama pertanyaannya. Iya sih, jomblo. So, what is so wrong being jomblo? Gw lagi menikmati masa-masa ini, kok. Virgie nggak bilang apa gw bahagia ama kejombloan gw sekarang? Dasar si Virgie. Emang dia bilang apa lagi tentang gw?” tanyaku sedikit penasaran tapi sebenernya mulai kesal membayangkan promosi Virgie yang selalu berlebihan pada orang-orang yang dianggapnya potensial untuk di comblangi denganku. Tapi satu hal yang selalu jadi senjata pamungkas sobat kecil mungil bergaya rambut cepak dan modis itu, yaitu satu agama!!!!!! Dan hebatnya, itu selalu berhasil membuat daftar korbannya bertambah. Tunggu, mungkin bukan mereka korbannya. Tapi aku!!! Ya, aku. Karena aku yang menjadi kelimpungan sendiri berkelit sana-sini setelah ‘orang-orang’ itu menjadi ‘semakin ganggu’.
“Great! Biasa kalo party dimana nih? Hehe”
“Siapa yang suka ke party? Idih, emang Virgie ngomong gitu? Gila tuh Virgie”
“Yaelahh…udah deh. Gak usah ja’im. Napa sih cewek-cewek suka sok alim kalo pertama kali kenalan. Pengen keliatan cewek baek-baek banget. Gw malah suka cewek yang eksperif, pake piercing and tattoo sekalian biar unik. Trus apa salahnya dengan party? Kriminal??? Amoral??? Kalo capek ama kerjaan kan wajar kita butuh refreshing, ngumpul ma temen-temen, nge-dance, minum dikit…that’s all. Lagian, orang-orang laen aja kali yang suka berlebihan. Padahal kan party buat gw sama aja kayak hang out di café? Bedanya, musiknya lebih kenceng dan untuk itu loe bisa nge-dance ampe bego. Ngga lucu kan kita ngedance di Starbucks sore-sore, ngga pake ‘musik’ lagi ??? Heuheuheue Denger2 situ party animal. Udah buruan, party mana nih, mana nih???heheheh”
“Sinting loe…Emang sih ga ada yang salah ama party. Tergantung orangnya masing-masing. Tapi sumpah gw ga gila party. Virgie tuh yang gila party. Seringan dia kali daripada gw. Dan cuma gw lakuin kalo ada acara special ato lagi pengen banget. Nggak regular di club tertentu.”
Huh, bukannya sudah ngga jaman deh hari gini gila party? Kecuali yang baru ‘mulai’ mungkin? Itupun jika ‘gila’ disini maksudnya adalah sering, ya. Kalo ada party jadi gila-gilaan, nah itu yang bener buatku, heuheueheu. Dan memang tidak pernah ada yg salah dengan party. Karena bagiku, ‘gila-gilan’ itu juga ya cuma sekedar dance gila-gilaan, heboh-hebohan, rame-ramean, dengan segelintir temen-temen baik yang sudah sangat aku kenal dan mereka juga menyenangi dunia ini sebagai refreshing sesekali. Acara ‘minum’ juga selalu kami lakukan secara ‘langsung umum bebas dan terkendali’ TANPA TERTARIK untuk menyentuh obat terlarang ataupun untuk menanggapi pria-pria sok charming yang senang tebar pesona di setiap party, berharap ada seorang perempuan mabuk yang bisa dimanfaatkan. Trus, tadi dia menyebutkan tentang piercing? Yak, itu aku punya satu di hidung kanan, sempet kepikiran nambah, tapi mungkin setelah aku tahu pasti dunia pekerjaan yang akan kucintai seumur hidup (yang masih dalam tahap pencarian-bukan berarti aku tidak menyenangi pekerjaan yang sekarang-tapi, entahlah!) memang tidak mempermasalahkannya dulu. Tidak semua kantor menerima kan? Tattoo? Another ‘cita-cita’, hehe. Tapi karena lumayan mahal jadi ketunda-tunda, deh. Lagipula aku belum menemukan tempat yang benar-benar aman dan meyakinkan, untuk melakukannya. Aku kepingin satu di tengkuk dan satu dekat mata kaki, hehe. By the way, siapa sih orang sakit jiwa ini…omongannya cukup ‘menembak’ ku. Sebanyak apakah informasi yang dia dapatkan dari Virgie tentangku, sebagai usaha untuk bisa membuat aku merasa ‘click’ dengannya? Memang tidak ada satupun bagian dari hidup dan keinginanku dalam hidup ini yang tidak kuceritakan ke Virgie.
“Oh..ok,” jawabnya singkat menanggapi jawabanku soal party sambil terdengar seperti berpikir untuk pertanyaan selanjutnya. Lalu, ”Ngomong-ngomong kalo gereja, ke gereja mana?”
“Mana aja, tergantung mood. Emang loe dimana?” jawabku sekenanya dan bertanya balik. Lagian, dari party nyambungnya ke hal-hal religius kayak gini??? Bener-bener sinting nih orang.
“Bagusan loe dong daripada gw. Sebenernya gw di Bethel, tapi hampir ngga pernah pergi, hehe. Eh, gw orang Ambon…kalo loe liat di Friendster, bakal keliatan kok hehe. Wah, jangan ngebayangin gw ganteng deh. Gw jauh dari ganteng. Tinggi gw juga cuma 165, hehe.”
“Lagian siapa yang ngebayangin loe ganteng? Dari suara loe juga kedengeran kok kalo loe biasa banget hauhauauahuahua….” Kata gw semakin berani untuk ceplas-ceplos, karena semakin jelas juga kalo dia tipe yang tidak mengenal basa-basi. Atau tidak sopan ya, sebenarnya? Padahal, berikutnya aku tahu jika dia terkagum-kagum dengan budaya Jawa yang terkenal santun. Aneh.
“Huahuahau….loe gila juga anaknya. Seru. Gw suka. Tapi biar Ambon tulen, gw numpang lahir di Sukabumi dan idup dari kecil di Jakarta, en justru suka banget sama Bali dan Jogja, lho. Tanya dong kenapa? Karena Bali itu indah banget, gw seneng pantai. Berjemur, biar tambah item. Gw ngerasa belum item-item amat buat ukuran Ambon sih heuheuhue meskipun semua temen-temen gw bilang gw item, gw sama sekali tidak percaya hauhauhauhaua Sedangkan Jogja….gw kagum banget sama budaya Jawa. Kata gw, Jogja itu centralnya kebudayaan Jawa.”
“Gilingan, dasar!! Gak ada yg tanya kenapa, lagian. Jadi situ masih ngerasa putih? Putih Tua, ya neek? Heuheuheu Jadi loe Ambon asli? Dari bonyok, ya? Bisa ngomong Ambon?”
“Bukaaan…Item muda! Iya deh, boleh juga putih tua. Huahauhau Iya, bonyok Ambon dua-duanya. Tapi gw ngga bisa bahasa Ambon. Kalo bonyok ngobrolnya cepet, nggak ngerti deh. Huehueheu Terakhir gw ke Ambon tuh waktu meliput….bla…bla…bla…” Orang gilaaaaaa. Gw udah tau separuh idupnya dalam setengah jam ngobrol lewat telpon Jakarta-Bandung, yang hebatnya….belum pernah ketemu.
· Dia lahir 26 April setahun lebih muda dariku, but somehow he sounds wiser than me.
· Anak ketiga dari 4 bersaudara.
· Suka party (banget!!!).
· Suka traveling.
· Hardworking dalam setiap pekerjaan yang dia geluti meskipun senang berpindah-pindah. Tapi itu sekedar karena dia mengaku sebagai seorang adventurer sejati, mencari pengalaman yang lebih menantang setelah berhasil menguasai satu bidang.
· Sudah bekerja di Bona Advertising selama 2 tahun tapi mengaku hampir tidak pernah melihat hasil karyanya sendiri muncul berupa commercial break yang kadang mengganggu acara-acara bagus di televisi karena lebih suka menonton DVD, terutama film perang karena dia pecinta segala sesuatu yang berbau perang. Karenanya…
· Kepingin bisa menjadi wartawan perang.
· Nge-fans berat sama Iwan Fals karena selain ganteng dan kharismatik, menurutnya lagu-lagu dari penyanyi yang sempet bikin heboh dengan ‘Bento’-nya itu menyuarakan hati rakyat kecil (dan memang beberapa lagu Iwan Fals menjadi backsound obrolan kami)
· Insomnia sejati juga persis sepertiku….
Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding, karena merasakan satu hal aneh. Tiba-tiba saja aku merasa bukan ngobrol dengan orang yang baru kukenal. Bukan karena semua kalimatnya yang terdengar “soooo me” yang menurutku bisa saja dia usahakan setengah mati itu. Toh, orang jenis ini beserta seluruh pengalamannya juga termasuk baru buatku. Tapi memang tiba-tiba saja dia terasa seperti seorang temen lama. Bahkan tidak sekedar temen lama melainkan sahabat yang sudah lama tidak pernah berhubungan lagi, yang tiba-tiba kembali dengan menceritakan sejuta pengalaman barunya selama menghilang dariku. It’s totally insane!!!!
“Jadi gituuu ceritanya…heuhueheu. Ayo dong tanya-tanya lagi tentang gw. Loe mau tau apa lagi tentang gw? Apa aja, semuanya! Tapi gw bingung nih klo disuruh ceritain sendiri…”
“Hahhhh???? Hellowww, gw udah tau separuh idup loe karena loe nyerocos sendiri dari tadi. Cerewet, sumpah!!! Tanda-tanda jaman deh ini kayaknya, ga ada angin ga ada badai, tiba-tiba ada orang sesakit jiwa loe nelpon-nelpon jam segini, bikin gw gak bisa nonton Extravaganza. Kan mo liat Tora Sudiro, tau!!!!” Kataku setengah ngga percaya dengan intonasi innocent dalam kalimat terakhirnya dan setengah kesel mengingat aku hanya bisa memandang salah satu acara kesukaanku itu tanpa mengerti semua parodi yang dimainkan dalam acara itu karena tv-ku yang di mute. Meskipun kadang-kadang suka ‘garing’, ya tapi biasanya acara itu cukup bisa menghibur hari Senin malam. Senin adalah hari yang cukup menyebalkan, bukan? Namun harus kuakui, percakapan ini menyenangkan juga.
“Eh iya, ya….gw cerewet ya heuheuheu. Maap deehhh….Tapi gw tebus deh kesalahan gw dengan ngundang loe nonton Extravaganza, live!!!! Produsernya dan banyak kru Trans TV temen-temen gw juga kok, gimana…mau ya?”
“Giling…ngga segitunya kok ama Extravaganza. Ngga perlu, thanks anyway!!!”
“Eh…ummm…would you be my woman?” tembaknya langsung dengan ‘cuek’.
Aduhh, ini Ambon…Jawa…Betawi…apa Batak siiii? “Haaahhh????” seperti biasa aku selalu cuma bisa terperangah.
“Don’t know…I just feel so close to you, hehe. Ngerasain juga gak? Gw kok seperti berasa udah kenal lama ya, ngobrol ama loe. Gimana kalo ternyata loe jodoh gw??? Maaaan….gimana yah kalo emang begitu. Gila yah, loe cewek gw, hihi. Gw ngabayanginnya pasti seru banget, loe cerewet en ‘ancur’ juga sih. Pasti seru banget. Oh…my...God, gw ngerasa…click ama loe. Really, I wanna know you more,” tambahnya lagi semakin menggila dan membabi buta. Yeah…whatever. Sumpah, aku tak habis pikir dengan orang ini. Aduuhh, tapi…kok dia seperti merasakan yang aku rasakan sihhhh???? Apa ini lagi-lagi taktik dia saja?
“Hmmm…honestly, gw juga ngerasain kayak ngobrol ama temen lama kok, hehe” kataku tidak menutupi. Tepatnya, berusaha tanpa basa-basi juga. Dan aku belum selesai, “Tapi jodoh??? Hiiih…ga sejauh itu yaa??? Gila apa? Blom pernah ketemu loe…nggak ada bayangan apapun gimana sosok loe…gilingan, tau!!! Kalo bukan karena Jijie sobat gw, nggak akan gw ngobrol ama loe!!!”
“Heehh, knapa nggak? Feeling gw kuat gini, kok??? Jijie kan perantara doang. Lagian coba bayangin. Kok bisa, dia tiba-tiba nunjukkin foto-foto loe di Hp-nya??? It’s a sign, isn’t it??? Eh iya, ada friendster? Mumpung gw depan komputer, nih” katanya dengan seribu keyakinan yang membuat aku mulai jengah. Obrolannya juga lompat sana lompat sini. Duhh!!!
“Cari aja di friendslist Jijie,” ujarku singkat.
“Ngga ahhh…lama!!! Email loe deh, buru!” katanya tidak sabar dan….’main perintah’ ????Aku paling tidak suka diperintah. Taureans, remember? Untungnya, dia terdengar menyenangkan untuk menjadi temen ngobrol yang memberikan aku pengalaman ‘gila’ seumur hidup pada malam ini. Jadi kuberikan saja alamat emailku. Tidak ada ruginya, kok.
“Hmmm…tau nggak gw suka foto loe yang mana? Hehe, semua sih. Gw suka liat loe…chubby!!! Hmmm, loe fashion editor??? Ok. Loe suka Maksim??? Wah, pasti loe cocok banget temenan ama copy writer gw. Dia tau semua tentang Maksim,” dia mulai membuka profile-ku sembari membacanya dan memberi tanggapannya satu persatu .
“Ya ampun, temen loe punya partitur Maksim????” potongku cepat karena memang suka sekali dengan permainan pianist asal Kroasia yang kabarnya tetap giat berlatih di tengah perang itu. Sementara aku dulu susah sekali disuruh papa berangkat kursus, padahal ditengah-tengah kehidupan negara yang pada umurku saat itu ku tahu aman dan damai. Aku baru tahu istilah yang dianggap tepat untuk suasana pada masa pemerintahan itu adalah Represif, setelah kuliah.
“Wah, itu sih ngga tau. Ntar deh gw kenalin. Makan tuh Maksim bedua, hehe. Ohh..loe maen piano juga. Jangan bilang loe blom nonton The Pianist…”
“Emang belom.”
“Hwaaaa…loe bakal gw kunci dan gw tinggal sendirian di kos gw biar nonton The Pianist heuhuheu. Hmmm, loe suka Jazz? Ok. Finding Nemo? Lucu banget ya si Dori. Tapi gw paling suka Ice Age!!!
“Gw juga tergila-gila ama Dori, gw bangettt dengan Short Memory Syndrom gw buat mengingat nama orang padahal baru beberapa menit kenalan, ha..ha..ha..Tapi kok gw masih inget nama loe ya, Jim? Kalo Ice Aged, gw suka si tupai bodoh itu. Mukanya kocak bangetttt….dan ga kebayang deh semua peristiwa penting jaman prasejarah kejadian gara-gara dia doang, ha..ha..ha..” ujarku senang mengingat tingkah dua dari sekian banyak tokoh film kartun favoritku.
“Heuheuheu…ok…cool…lumayan…Fakultas Hura-hura? Hehe. I’m everything you’re not? Huahuahau seru juga. Hmmm…profile yang bagus,” katanya meneruskan berkomentar sendiri menelusuri berbagai hal tidak serius yang kutulis di profileku. Dan ia melanjutkan terus, “Sekarang coba kita liat testimonial-nyaaa??? hmmm…ok….yak…oya…ohhh.”
“Wah, gw berasa ngga adil, niih. Loe sekarang bisa tau semuanya tentang gw lewat friendster dan ngobrol ini. Sementara gw ngga ada bayangan sama sekali sosok loe gimana?” selaku setengah kesal juga.
“Tenang…gw add loe. Ntar besok loe buka punya gw. Ehh…ternyata gw ngga bisa nge-add loe nih. Gw kirim message dulu aja kasih imel gw…loe add gw, yakkk! Dan sini gw bacain aja deh punya gw,” ia menjawab lalu dengan panjang lebar mulai membacakan satu persatu isi profile dan testimonial miliknya, yang menurutnya perlu untuk kuketahui. Aku mendengarkan saja, sambil sesekali mengikuti gayanya berkomentar, seperti: ohhh….ok…cool…ok…seru juga…yak…ok…oya…dan bla bla bla.
“So….what d’ya think? What d’ya think??” tanyanya cepat setelah merasa cukup membacakan ‘daftar riwayat hidup singkat’ –nya lewat web yang digila-gilai semua orang itu. Dan aku juga jadi menyadari kalau dia senang sekali mengulang kalimat. Terutama jika merasa penasaran.
“Hm? What I think? I think you’re crazy, hah heh hah!!??” komentarku dengan aksen Singlish bercampur gaya bicara Dori. Becanda. But somehow, I mean it. Seperti biasanya aku.
“Huhauahuahua jangan gitu dooong…,” katanya setengah memelas. “Maaannn…I think I like you a lot. Jangan sampe gw jadi bilang gw sayang loe. Dan terakhir, gw cinta ma loe. Gila sih membayangkan loe bakal bener-bener be my woman.”
“Heh, dasar emang situ tuh orang gilaaaaa, ya! Jauh-jauh amat ngayalnya??? Ngobrol normal, napa?” kataku sambil tertawa-tawa saja, tapi mulai semakin jengah.
“Bentar bentar. Kok orang seperti loe masih jomblo? Jangan-jangan loe standarnya ketinggian ya?”
“Seperti gw? Seperti apa emang? Kok ga to the point aja bilang gw keren banget???Huahauhauhau Ketinggian? Nggak, ah. Dibilangin lagi menikmati masa jomblo, kok. Soalnya banyak banget yang masih pengen gw lakuin. Kadang-kadang, punya pacar itu bisa menghambat juga. Bisa jadi dia yang ngelarang-larang atau kitanya yang jadi nggak tega. Buat apa pacaran klo ngga bisa saling support. Ya gak? Kadang-kadang karena saling support pun, malah untuk itu harus rela pisah. Wah, pusing deh kalo udah gitu,” jawabku panjang lebar setengah benar, setengah tidak. Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya pun mulai bergulir. Kujawab jujur tanpa basa-basi lagi. Udah jomblo berapa lama? Tipe cowok yang loe suka? Apa yang loe cari dari cowok? Masalah nggak pacaran ama yang lebih muda setaun? Bisa pacaran long distance? Masalah ngga klo gw Ambon?? Maaakkk!!!!
“Ok…jadi mau pake adat apa? Hehe”
“Hahhhh??? Adat apa? Buat apa???” aku kebingungan. Semuanya serba cepattttt. Seringkali aku belum sempat berpikir tentang satu hal, beribu hal lain sudah keluar dari mulutnya.
“Ya apa lagi? Married dong? Hauhauahuahuahauhauahua,” katanya bener-bener mulai sinting.
“Busyeeeettttt. Orang gilaaaaaa. Eh, pacaran aja lagi males udah mo pikir kawinnnnnnn????? Eh loe tau kan gw orang apa?” kataku sembari s-a-n-g-a-t t-i-d-a-k p-e-r-c-a-y-a akan apa yang baru kudengar.
“Iya. Tau banget, hehe. Makanya gw tanya, mo pake adat apa? Hauahuahauhau,” ulangnya.
Ok, sekarang aku yakin untuk meneruskan ‘kegilaan’ malam ini dan untuk ikut ‘menggila’ juga. “Sekarang, loe sendiri ngebayangin ato ngarepin pake adat apa?” jawabku mencoba berdiplomasi.
“Hmmmm, Jawa!”
“Hah??? Situ Ambon, sini Kalimantan, ditengah-tengah ada lautaaaannn, tau???? Darimana bisa adat Jawa? Lagian kagak tau apa adat kawinan Jawa ribetnya kayak gimana? Ogahhh.”
“Emang. Loe pikir gw ga pernah ngeliput kawinan ala Jawa tujuh hari tujuh malem??? Emang gw kagum banget sama budayanya. Tapi mo kawin aja nyusahin diri bener. Kalo gw sih pengen pake baju adatnya doang, trus resepsinya cuma ‘bak buk’ en langsung bulan madu. Selesai. Acaranya pengen outdoor pesta taman di Kebun Raya atau halaman gereja depan Gambir. Bukan Katedral. Tau gereja Protestan depan Gambir?”
“Ngga pernah ngeh. Jangan tanya soal Jakarta. Ngga pernah apal.”
“Iya, jadi di situ. Trus segelintir temen-temen dan keluarga dekat yang datang, ngga boleh ada yang dandan menor. Santai ajaaaa…celana pendek juga cukup, yang penting pada cakep en cantik. Tapi my woman pasti yang paling cantik, hehe. Trus gw mo ngajak my woman traveling buat honeymoon. Bukan perjalanan mewah gitu, tapi pake motor, koboi-koboian. Waaah, pasti seru. Klo loe?
“Hmmm…gw cuma pernah cerita impian resepsi kawin gw ama Jijie. Dan gw sama banget ama dia. Jadi dulu kita pernah becanda, kalo ampe umur sekian-sekian kita ngga married-married, kita bedua aja yang married, hauhauhauahuhua. Kadang gw nyesel juga napa Jijie mesti cewek. Ha..ha..ha..”
“Nah, masalahnya adalah sama ngga nih ama gw?”
“Ada deehhh…,” aku mengelak lalu memikirkan taktik bagaimana agar aku bisa mengorek terus keterangan tentang dirinya saja tanpa aku harus membuka semua tentang diriku. Aku bisa dengan mudah akrab dengan siapa saja, tapi belum tentu aku mau membuka diriku begitu saja. Dulu aku pernah bercerita pada Jijie, susah mencari pria yang punya pikiran sama tentang acara ‘bersejarah’ kayak gitu. Lagipula, pasti keluargaku dan keluarga calonku yang aku belum pernah tahu akan datang dari kebudayaan mana di Indonesia ini dengan kuatnya ikut campur dan dimulailah resepsi berkepanjangan dan melelahkan. Mengundang beribu-ribu orang yang pasangan pangantinnya sendiri tidak mengenal. Apalagi aku anak pertama? Memang mereka tidak bisa disalahkan. Mungkin semua itu dilakukan karena mereka juga ikut senang. Jadi, aku simpan saja impian itu. Kalaupun semua teman tahu, paling hanya general-nya. Jika ada seseorang yang berpikiran sama denganku dan punya keinginan kuat untuk mewujudkan impiannya itu tanpa menyinggung ego keluarga, bisa jadi itu salah satu tanda bahwa he’s the right one. Ha..ha..ha..berlebihan mungkin. Tapi bukankah setiap impian memang harus selalu berlebihan? Hehe. Tapi tunggu, pesta taman? Depan Gereja? Hanya dihadiri sejumlah orang dari berbagai kalangan yang benar-benar dikenal dekat? Resepsi sederhana tanpa dandanan menor? Travelling koboi-koboian??? OOoOpPpsSss!!!!
Aku merasakan kepalaku mulai pusing. Untung dia tidak memaksa pertanyaannya lebih jauh. Tapi dia justru membuat aku tambah pusing saat dia mulai lagi membeberkan gambaran tentang keluarga impiannya,” Gue seneng anak kecil. Gue pengen punya 2, cowok dan cewek, haha. Trus di rumah gw harus ada anjing, Golden Retriever ato Herder. Setiap sore, gw lari bareng my woman sembari ngajak Retriever gw. Wuaahh seru. Dan gilanya, gw mulai ngebayangin lari sore itu ama loe.”
“Haaaahhhh???gw?????? Sakit jiwa!!!!” itu yang keluar. Sebenarnya, ya ampuuun. Se-Karina Margaretha itukah dia?
“Hhauhauhauahu….bodo!! Jujur deh…loe suka ngga ama gw?? Ngerasa ‘click’ ngga? Ngerasa ‘click’ ngga?”
“Suka???Hmmm..jujur aja percakapan ini menyenangkan juga. Gila soalnya. Ditengah-tengah gw memulai hidup normal lagi dengan berangkat kantor mulai hari ini setelah semingguan kemaren ngga masuk karena sakit….Eh, ada orang yang lebih ‘sakit’ nelpon gw huahauhauhauhau. ‘Click’? Lumayan!” jawabku. Aku benar-benar sudah gila juga. Pusing. Pusiiing. Pusiiiing. Benar, rasanya berkunang-kunang. Masa sih ini jodohku? Amit-amit, masa datang tiba-tiba dengan cara tidak sopan begini? Ahhhh, pasti sekedar orang-orang gila yang memang gampang menularkan semangatnya. Ayo, akal sehat bekerja sedikit dong, Karin. Haaa, paling-paling ini semua hasil usaha Jijie lagi. Pasti Jijie, seperti yang lalu-lalu juga bukan? Karenanya, pusingku berkurang.
“Maaan…beneran nih…I feel so close to you. Loe jodoh gw kali ya?” tegasnya. “So, would you be my woman??? Please….???” Waduh, suaranya berubah dari ‘gila’ jadi romantis. Sekali lagi untuk jujur, suaranya sangat menarik. Oh my God !!!! Tapi aku sudah mulai bisa berpikir jernih. Ok, aku juga mencoba selangkah lebih ‘gila’ lagi. Aku juga bisa sok romantis.
“Jim, gila loe ya…,”kataku lembut. “Gw bukan tipe orang yang langsung ‘bak buk bak buk’ kayak loe. Ok, mungkin loe bisa bilang gw heboh, seru, bisa sinting kalo ngobrol. Gw memang gampang akrab sama siapa aja. Ceplas-ceplos. Kadang itu juga bikin orang salah tanggep. Tapi sebenernya gw nggak segampang itu buat pacaran. Rata-rata pasti temenan lama dulu buat bisa bikin gw bener-bener suka. Karena justru bukan soal tampang, tapi ngerasa comfort ato nggaknya bareng seseorang. Lu nyenengin kok, bener…tapi kan gw ngga bisa bilang sekarang dong bisa jadi your woman or not???” Aku hampir tak percaya mendengar suaraku sendiri. Mengarah ke manja!!!
“Aduh say…seberapa lama sih? Ngga akan setaunan kan? Klo ngga nyampe, aku masih bisa ‘handle’ kok, hehe.”
Kata ‘aku’ mulai keluar!!! Here we go. Atmosfer telpon-telponan ini mulai ‘berubah’. Terdengar seperti sepasang kekasih long distance pacaran lewat telpon., “Ya ngga juga, kali. Tergantung.”
“Tergantung apa?”
“Cepet nggaknya ngerasa comfort. Aduuuh, lagian kan dah bilang kalo masih banyak yg pengen gw lakuin…”
“Ok. Bagaimana kalo diganti kalimatnya, masih banyak yang pengen ‘kita’ lakuin? Hehe. Toh, ini bakal long distance. Paling kita ketemuan weekend. Jadi banyak hal yang bisa kita lakuin hari lainnya kan? Katanya bisa pacaran long distance???” tanyanya mnggoda dengan suara yang juga…menggoda.
“Hiiihh…dasar. Bukan berarti, yah!!!” desahku manja. Huahauhauhaua, go Karin go!
“Hunny, aku suka banget cara ngomong kamu barusan. Eh…boleh kan aku panggil kamu Hunny?”
“Nope. Ngga boleh…”
“Kok Nggak? You’re my woman, right?”
“Ihh…blom bilang iya kok…”
“Tuuh kan…suka lagi cara ngomong kamu. Ok…trus maunya dipanggil apa dong?”
“Karin, Kiwin, Kaka, Iblis betina, Kepala Suku, Bibir Silet, Ketua Gerwani, Pocahontas, Pelacur…..seperti semua panggilan temen-temen gw itu, apapun terserahhhh…tapi bukan Hunny.”
“Wah…masak sih panggilan mereka pada seseram itu?”
“See, You don’t know me at all. Baru liat friendster ama nelpon pertama kali aja kok yakin amat, hehe. Ngga tau kan kenapa mereka bisa panggil gw begitu?” aku memancing agar dia sadar bahwa semua yang dia lakukan ini sebenarnya ‘tidak penting’. Karena perkenalan ini pasti akan lebih menyenangkan jika hanya menambah satu orang teman ‘heboh’ pembuat meriah hidup. Apakah semua temannya yang ‘seabreg’ itu benar-benar teman sejati hingga dia merasa tidak perlu mencari teman lagi kecuali pasangan hidup? Mungkin mereka yang dia anggap ‘teman-teman’ itu sekedar ‘kenalan’, ‘say hi friends’ yang aku sendiri merasa banyak memilikinya. Aku memilih hanya punya beberapa teman. Tapi mereka ‘benar-benar teman’.
“Hmmm…aku panggil Kitty ya?” balasnya tak peduli.
“Kitty??Nggak nyambung ya ama Karin, tapi boleh deh. Kok bisa?”
“Aku ngebayangin kamu sebenernya manja…kayak kucing, hehe. Suara kamu tadi sih, hehe. Kitty, coba bayangkan dalam tiga tahun ke depan. Ada yang 29, itu siapa? Kamu. Ada yang 28, dan itu siapa?” tanyanya menggantung berusaha agar aku yang menjawab.
“Siapa dong? Adek gw? Ha..ha..ha..selamat datang di pertanyaan jebakan Jimmy, begitu maksud kamu? Yeah, getting know you better, ha..ha..ha..” aku tidak tahan untuk tidak bercanda dengan semua kalimatnya.
“Ha..ha..ha..ok, itu Aku yaaa…,” ia menjawab sendiri. “Tiga tahun…aku mau nyicil mobil tahun depan. Tahun depannya lagi nyicil rumah dan terus punya tabungan bareng my woman. Masalah ngga buat kamu? Siapa tau kamu punya target married sebelum itu?”
“Hm?? Jadi udah ngebayanginnya bareng aku nih??” godaku. Lalu aku menjelaskan panjang lebar jika aku tidak punya target seperti itu. Dulu, saat masih belasan tahun memang aku menganggap umur 26 atau 27 adalah waktu ideal untuk melakukannya. Tapi lihat hidupku sekarang, ternyata menjadi lajang di umur ini dalam keadaanku sekarang sangat menyenangkan. Mungkin juga karena aku belum menemukan ‘the right man’. Tapi itu tidak akan membuatku panik, lantas menikah dengan siapa saja yang terlihat ‘ok’ untuk menjadi figur ‘bapaknya anak-anak’ karena balutan good looking enough-pria baik dari keluarga baik-dan mapan, bukan? Bagaimana dengan cinta? Nah, aku hanya ingin menikah dengan orang yang membuat aku jatuh cinta. Sampai umur berapapun aku menemukannya. Terlalu idealis? Setiap orang punya idealismenya masing-masing. Dan tentunya, menurutku akan bahagia jika menemukan seseorang yang berjalan bersama sepanjang sisa hidup dengan idealisme yang sama. Sulit? Ya, aku tahu itu sulit. Sangat sulit. Tidak heran, banyak orang menyerah. Apalagi, belum begitu wajar untuk ukuran perempuan Indonesia jika belum menikah pada usia 20-an. Kalaupun ada yang merasa wajar, orang-orang di sekitar mereka yang malah jadi seperti kebakaran jenggot. Aku mengingat nasihat salah satu temanku, hati-hati…ingat umur. Katanya juga, filosofi mencari pasangan saat umur belasan adalah: siapa kamu. Umur 20-25: siapa aku. Umur 26-30an: bakal jadi siapa aja yang penting ada. Ha..ha..ha..Ya mau bagaimana lagi dong, kalau aku belum di ‘kasih’ umur segini, masa mengambil apa aja yang ada, atau…boleh mengambil punya orang??? Pikirku. Hehe.
“Wow, great….You’re so me!!!” tanggapannya singkat, padat. Lalu, “Eh Kitty, aku boleh bilang sesuatu? Aku sayang kamu.” Yang ini sampai membuatku terloncat dari tempat tidurku. Aku mencari-cari bungkus rokok Sampoerna-ku. Wah, harus ngerokok nih. Aduhh, tinggal tiga batang? Mana cukup untuk menenangkan syarafku, dengan obrolan yang keliatannya tidak akan ada akhirnya ini?
“Oya??? hah..heh..hah??? Heuheuheu Yakin tuuuh??? Aduuhh, jadi pengen ngerokok kalo deg-degan, hehe” karakter Dori kembali dalam versi manja. Pasti menjijikkan buat Pixar dan membuat berang banyak kalangan jika film untuk anak-anak ada karakter perokok berat. Ha..ha..ha...
“Tuhh kan…suara kamu… kamu tau kalo kamu ngomong manja-manja en aku ada disitu….aku bakal ngapain ??” suaranya masih mencoba menggoda, yang kini kok jadi tidak terdengar ‘menggoda’ lagi buatku, ya.
“Ngga. En nggak mau tau, hehe…” aku mengelak manis sambil mulai berpikir, wahhh…kayaknya ada yang salah nih. Is he about to ask me to have sex on phone?????? He sounds driving me to do it. Ha..ha..ha..tidak heran Premium Call Phone Sex laku keras. Jangan-jangan aku berbakat kerja di sana.
“Kitty…kok gitu???” benarkan…suaranya makin menjadi.
“Ha..ha..ha..tau ngga? Aku jadi berpikir, untung juga ngobrol ini cuma lewat telpon, lho. Kamu ngga bisa liat ekspresi aku kan?? Mantan jurnalis kok mau ngelawan mantan penyiar….ha..ha..ha…”candaku masih menjalani drama suara manja seksi (menjijikkan) ini.
“Ya udah…nyerah deh ama mantan penyiar. Ampuuun dehhh. My God, I like you a lot. Kitty, trus kamu mau panggil aku apa dong?”
“Hmmm…apa yaaa??? Sai..ato Koko karena kamu pshyco? Agil mungkin…dari Gila? Heuheuehue, ”jawabku santai. Tapi aku tidak menyangka jika ternyata reaksinya menjadi sangat berbeda.
“Jadi loe ngga nganggep gw serius dari tadi? Pshyco?Jadi loe nganggep gw Pshyco?”
“Waaahh…kok sensi denger kata Pshyco?” aku tidak mau kalah. “Lha…ngga ngerasa ya, say---ko?Hehe. Eh mana pernah ada orang ngobrol baru sekali, lewat telpon doang lagi, blom pernah ketemu en kenal, blom pernah denger, baru liat2 profilenya di Friendster doang, trus ngajak kawin??? Masih ngga ngerasa gila? Kali aja sih, soalnya seperti di awal-awal ngobrol loe bilang ngga ngerasa item biarpun temen-temen loe bilang gitu, ya kan?” aku jadi tidak bisa menutupi nada sengit dalam suaraku. Saatnya menyudahi drama, nih.
“Siapa yang ngajak kawin?”
“Lha itu, my woman…my woman…Mikir dong…loe pinginnya gw selalu jawab manis-iyaaa, you’re just so me-thanks God for dropping me this gorgeus guy-exactly like what I’ve been looking for-hey,hunny of course I wanna be your woman…-gitu kan????” Kini aku menumpahkan kekesalanku.
“Nggak. Nggak gitu banget, kok. Gw Cuma kecewa aja, yang udah gw bangun dari awal, loe rusak lagi. Ternyata gw nggak lebih dari seorang pshyco buat loe. Sementara gw serius wanna know you more. Kalo ngga serius, ngapain gw nelpon loe udah 3 jam kayak gini, sementara temen-temen gw nungguin gw di Embassy. Tau gitu….” katanya terdengar berang.
“Tau gitu…Trus??? Nyesel??? Embassy buka ampe pagi, bukan? Masih sempet kan? Lagian, loe ngga menganggap ini buat nambah temen sihh…”
“Kan udah gw bilang kalo gw ngga nyari temen…nyari pasangan hidup!!! So..can’t we just skip dating???”
katanya mantap.
Obrolan kami memang berlanjut. Tapi berikutnya sangat terasa seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar lewat telpon. Bertengkar karena dia tetap merasa tidak dihargai. Dan aku bersikukuh meminta dia mengerti bahwa aku terlalu pusing dengan semua kegilaan ini. Sepertinya ‘pertengkaran’ kami tidak nyambung, ya. Aduhhh…kok bisa jadi begini??? Tiba-tiba aku muak. Sangat muak. Karin, wake up!!!! Yak, dan aku benar-benar ‘terbangun’. Siapa sih orang ini, berani-beraninya mengaduk-aduk emosi ku hanya dalam beberapa jam ngobrol. Baru kenalan pula. Aku ikut marah besar dengan Jijie. Sembari ‘bertengkar’ di telpon, aku sempat pula membeli sebungkus rokok lagi di kios depan rumah yang buka 24 jam. Karena sekarang sudah pukul 01.00 dini hari!!! Masih lamakah ini? Jika ya, berarti aku yang harus menyudahinya. Bodohnya. Bukannya dari tadi. Emang dasar, Karin lemot….lamban!!!!
“Kitty…sori…kok aku jadi gini ya…marah-marah nggak jelas ama kamu…pasti lagi sensi karena capek banget. Aku belum pulang dari pagi…subuh malah…kerjaan juga banyak banget tadi, karena deadline dari product shampoo. Ampe akhirnya Jijie ngasih liat foto kamu...aku jadi seger...trus telpon kamu...dan seterusnya...tapi sebenarnya capek ini bikin aku jadi sensi...,” katanya tiba-tiba menyudahi pertengkaran kami yang belum sempat aku sudahi sendiri sesuai rencana tadi. Benar-benar gila. Hey…tiba-tiba aku merasa tahu apa penyebab dari semua kesamaan…click…atau apapun istilahnya, yang dari tadi sempat tercipta. Mungkinkah karena dia memang ‘terasa’ seperti orang-orang dari masa laluku yang tercampur dalam satu kepribadian seorang Jimmy Abimalao? Dia bisa melompat seperti kelinci girang dan manis yang bisa tiba-tiba terlihat dan berlaku seperti serigala, itu Ferdi. Tapi cara bicara to the point dan gila, dengan gaya Jakarta-nya yang kental, bukankah itu Indra? Dan benar saja. Karena sosoknya-yang setelah kulihat dari foto friendsternya beberapa waktu kemudian, sangatlah Gerry. Tidaaaak. Aku tidak akan mau mengulang kebodohan yang sama dengan tiga orang dari masa lalu yang ingin bisa aku hapus dari ingatan, kini tergabung dalam satu orang yang akan mengisi masa depan.
Aku cuma terdiam. Tidak sanggup bilang apapun lagi. Saat dia minta untuk bicara sesuatu menanggapi permintaan maaf-nya yang berkali-kali itu, aku pun hanya bisa menjawab,” Ngga tau mo ngomong apa...speechless...sumpah...”
“Ok…I just wanna let you know…aku sayang sama kamu, Kitty. I really wanna know you more. Kalau Jumat nanti kita ketemu dan kamu ngerasa ngga mau kenal lebih jauh…kamu boleh mundur dengan cara kamu sendiri. Tinggalin aja. Terserah caranya, pokoknya cara kamu sendiri. Ngga usah pikirin aku lagi. Tapi sebelum Jumat, kasih gw jawaban if u also wanna know me more dengan cara gw. Besok kalo kamu telpon aku, berarti kita ktemu Jumat nanti. Aku akan nge-usahain apapun untuk datang ke Bdg. Iyalahhh, buat my woman, hehe….ok? Tapi kalo besok kamu ngga telpon….sayang, aku anggap semua yang malam ini percuma…dan kita nggak perlu ketemu. Yah yah yah?” katanya dengan amat sangat panjang lebar. Tidak sepenuhnya aku dengarkan dan mengerti. Karena terlalu banyak hal berlalu lalang di dalam kepalaku.
“Eh…iya?? gimana tadi?????” tanyaku bodoh. Tidak ada lagi suara si Karin heboh, gila, apalagi seksi. Dia mengulangi ‘perjanjian’ ala dirinya itu dan memintaku mengulanginya dalam bahasaku sendiri untuknya melalui telpon. Untuk memastikan aku sudah mengerti. Gila, untuk perintah ini pun aku menurut saja. Eh, sebentar. Bukankah perjanjian ini satu keuntungan? Yak, aku tinggal tidak menelponnya saja. Selesai urusan. Tidak ada acara sibuk mengelak seperti yang aku lakukan terhadap korban-korban Jijie yang dulu. Ya…aku bertekad untuk benar-benar tidak akan menelponnya.
“Ok, Kitty...aku tunggu telpon kamu besok yaaa.Damned, pasti aku ngga akan bisa kerja dengan tenang seharian...bodo ah...pokoknya aku tunggu ya sayang. Mungkin aku bakal liat foto-foto kamu di Hp aja deh, yang udah ditransfer semua dari Jijie, hehe. Sekarang kamu istirahat deh...ok?ok?”
“Ok...see you,” jawabku singkat. Lelah. Aku terlalu lelah.
“Met bobok ya,” katanya lagi.
“Thanks…sama-sama…met istirahat juga..bye...,” jawabku.
Klik.
Huaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……ada beban berat seperti terangkat dari hatiku. Tapi pikiranku masih kacau. Badanku juga penat. Aku merokok sebatang lagi untuk memikirkan semua yang kualami. Tapi aku tidak sanggup berpikir. Yang aku ingat hanya...my woman...can we just skip dating...Jimmy...Virgie... Aku habiskan isapan rokok terakhir. Detik berikutnya...aku tertidur.
Virgie
06/09/04 20:45
How’s life? Eh mo gw knalin ama anak advertising gak? Orgnya seru…suka party…dia blh nelp lu gak? Dia mau ke Bdg Jumat ini, ok?
Karin
06/09/04 20:46
Hah? Loe sinting ya..siapa tuh?tmn loe?loenya pkbr?
Virgie
06/09/04 20:49
Namanya Jimmy Abimalao....udah deh pokoknya ntar dia nelp lu mlm ini, blh kan?
Reply
Hah?gila lu ya..itu tuh siapaaaa??? Dia…
Ah, kayaknya percuma deh mengirimkan sms. Aku batalkan mengetik sms berikutnya. Virgie bener-bener sinting. Nggak capek ya dia selalu berusaha menjadi mak comblang yang baik. Berkali-kali dia mengenalkan aku dengan ini, sama itu, sepupunya ini, kakak tingkatnya itu, wah! Dan yang paling gila, dia pernah berusaha menjodohkan aku dengan mantannya, yang menurutnya ‘Karin banget’ dan pasti akan lebih cocok menjadi pacarku. Sinting! Aku pikir kepindahannya dari Bandung ke Jakarta bakal menghentikan semua usaha ‘tolol’-nya itu. Aku tidak suka di ‘comblangi’. Bukan karena merasa sok laku. Tapi bukankah lebih menarik jika kita menemukan ‘orang yang tepat’ lewat berbagai pengalaman hidup kita? Satu bulan ini terasa cukup tenang tanpa ‘kegiatan regular’ Virgie. Tapi, sebenarnya kangen juga sih ama Jiji, panggilan sobatku yang kukenal lewat bekerja di salahsatu radio anak muda Bandung semasa kuliah, lalu semenjak lulus aku pindah kerja ke redaksi majalah ini, dan dia yang tadinya sempet di redaksi majalah lain di Bandung sekarang pindah kerja lagi ke Jakarta. Memangnya, kantor barunya di Bona Advertising itu membuat dia menemukan korban-korban baru yang potensial untuk dijodohkan denganku??? Mungkin lebih baik aku menelponnya saja, ya.
“Hei Jiji…loe sinting yah…apaan sihh…”
“Ha..ha..ha..udah deh say…orangnya ada disebelah gw niiii….ntar dia telpon lu yah…ok? ok?” jawabnya cepat sebelum aku sempat menyelesaikan opening-ku. Dari cara tertawanya sih aku menangkap gelagat iseng totalllll.
“Heehh…gw kan kangen ama loe? Lagi ngapain loe, kok ‘ujug-ujug’ (tiba-tiba aja tanpa alasan yang jelas) mo ngejodohin gw ama orang sekantor loe??? Dia itu temen loe, ato siapa sih? Aduhh loe tuh ya…”
“Cintaaaaa, nggak enak nih klo ngobrol tentang orangnya, sementara dia disebelah gw nih yaaa…” katanya centil sambil tertawa-tawa. “Gw masih training, nih. Bentar lagi pulang. Dan lu tunggu aja ntar dia telpon, ya! Gw juga banyak cerita nih...tapi ntar deh kita ngobrolnya. Ngobrol ama dia aja dulu yaaaa….daaaaaahhhh!”
“ Ji…”
Klik.
Hah??? Sakit jiwaaaaaa. Telpon udah diputus dari seberang. Jijiiiiiiiiiiiiiiiieeeeeee!!!! Aku mulai geram. Ok, mungkin kita lihat aja nanti. Model laki-laki seperti apa lagi yang mau dia kenalkan malam ini. Aku buka lagi message yang menyebutkan nama temen kantornya itu. Hmmm, Jimmy Abimalao. Not a bad name. Tapi menggambarkan orang mana, ya? Dari sebuah survey, seseorang akan tergolong sebagai orang Indonesia tulen apabila mereka sangat tertarik untuk selalu tahu tentang kesukuan, agama, pekerjaan, gaji, dan terakhir status perkawinan dari orang lain. Wah….aku termasuk ya?
Ringer tone Friends berbunyi dari HPku. “Halo..?”
“Hai, gw Jimmy. Gw temennya Virgie yang dia bilang tadi mo telpon. Ini Karin kan? Eh, gw mo jalan ke Bdg jumat ini!” Hmm, suara yang bagus pikirku. Tapi aku tidak cukup gila untuk menemani jalan orang yang tidak dikenal. Don’t talk to strangers, ya kan? Tapi karena Indonesia cukup ramah, mungkin lebih pas kalo Don’t walk with strangers, hehe. Buktinya aku sudah mulai ngobrol dengan orang asing ini.
“Iya, ini Karin. Eh, temen satu kantor Virgie, ya??? Virgie tuh sinting ya…,” aku berusaha tidak terdengar kaku.
“Jangan bilang Virgie yang sinting, deh. Gw kali yang sinting, hehehe… Mmm, nggak…tadi iseng si Virgie nunjuk-nunjukin foto di Hp-nya. Trus ada foto dia bareng lu lagi pake baju biru. Trus dia bilang-mo dikenalin nggak?anaknya seru lho dan dia seagama ama loe tuh-gitu…”
Heehh? Pake baju biru? Baju biru gw yang mana ya? Kapan itu gw foto-foto bareng Virgie dengan Hp-nya? Aku berusaha mengingat mati-matian. Dan jadi teringat juga dengan kalimat terakhir….apa tadi? seagama?
“Iya…kalo dia nggak bilang loe seagama ama gw, gw juga ngga akan telpon kali..” lanjutnya seolah-oalh tahu isi pikiranku.
“Wah…kok cara pilih-pilih temennya gitu sih…gila loe!!!” kataku masih berusaha santai dan mencari-cari topik apa yang bisa membuat obrolan ini bakal menarik. Soalnya, kok berasa jadi SARA gini sih obrolannya.
“Justru itu, gw nggak cari temen. Temen gw banyak kok. Satu gedung kantor yang berlantai 20 ini hampir gw kenal semua, hehe. Belum lagi dari kantor advertising lain. Gw juga banyak kenal anak-anak radio, majalah, TV di Jakarta. Tapi temen gw dari segala kalangan kok…A ampe Z. Yang statusnya ‘tidak terdengar’ juga banyak, hehe,” katanya bertubi-tubi. Tapi anehnya, bisa terdengar tidak sombong. Karena itu, bisa jadi dia memang punya banyak teman. Super pede begini. Aku akui dia cukup ramah, dan sebenarnya mungkin agak…sakit jiwa. Orang-orang sakit jiwa dengan berbalut kepribadian super pede kan memang lebih gampang dapat kenalan. Mereka gampang populer. Karena suka tidak suka, otak kita akan lebih gampang mengingat mereka. Dan suka tidak suka, kita akan menjadi terbiasa dan akhirnya merasa ada dalam lingkaran hidup mereka sebagai teman. Atau hanya orang-orang sakit jiwa itu yang merasa kita teman mereka, ya? Dan kita ikut terinfeksi dengan jadi merasakan hal yang sama?
“Wahh…yang anak gaul! Hueheuheue,” kataku berusaha menimpali. Sebenarnya masih bingung mau ngobrol apa, karena konsentrasi gw sempet terganggu dengan kalimat pertama-nggak cari temen???
“Nggak…bukan gaul. Gw ngga berasa anak gaul. Gw cuma suka berteman, dengan siapa aja. Dan gw ngerasa temen gw dah banyak banget. Sampe gw ngga hapal semua namanya. Nah, masalahnya adalah gw cari pacar, hehe,” katanya tanpa basa-basi.
“Haaah???Sinting!!!!” kata gw jadi salah tingkah sendiri. Ya ampun ini orang, pikirku.
“So..gw mo nanya. Bener ngga kata Virgie, loe masih single? Kan sebagai mantan jurnalis, gw harus cross check, dong hehehee. Dulu gw sempet di majalah Waktu. Fotografer. Gw suka foto. Jangan bilang loe suka difoto.”
“Ih…gw ngga gitu suka difoto. Soalnya dah tau lahir batin kalo ngga fotogenic…dan ngga berharap jadi fotogenic. Banyak orang yang katanya ngerasa klo ngeliat cewek cantik di foto, sering aslinya ternyata biasa aja. So, daripada difoto, mending orang liat gw aslinya deh. Gw s-a-n-g-a-t lebih cantik aslinya…heuheuheuehuehue…” kataku berusaha berkelit sambil bercanda. Padahal, cita-cita tuuuh mau difoto satu rol penuh sama Kingkong, salahsatu dari sekian banyak temen yang hobi fotografi, tapi satu-satunya yang pernah bilang aku terlihat bagus untuk difoto alias fotogenic, hanya agar aku bisa merasa lebih ‘pede’ di depan kamera, hehe. Dan dengan bercanda seperti tadi, aku berharap Jimmy akan lupa dengan pertanyaan awalnya. Tapi…
“Eh..jadi gimana? Jomblo kan? Jomblo kan?” tanyanya penuh selidik…atau…berharap??? Oh!!!
“Dasar…masih inget tho ama pertanyaannya. Iya sih, jomblo. So, what is so wrong being jomblo? Gw lagi menikmati masa-masa ini, kok. Virgie nggak bilang apa gw bahagia ama kejombloan gw sekarang? Dasar si Virgie. Emang dia bilang apa lagi tentang gw?” tanyaku sedikit penasaran tapi sebenernya mulai kesal membayangkan promosi Virgie yang selalu berlebihan pada orang-orang yang dianggapnya potensial untuk di comblangi denganku. Tapi satu hal yang selalu jadi senjata pamungkas sobat kecil mungil bergaya rambut cepak dan modis itu, yaitu satu agama!!!!!! Dan hebatnya, itu selalu berhasil membuat daftar korbannya bertambah. Tunggu, mungkin bukan mereka korbannya. Tapi aku!!! Ya, aku. Karena aku yang menjadi kelimpungan sendiri berkelit sana-sini setelah ‘orang-orang’ itu menjadi ‘semakin ganggu’.
“Great! Biasa kalo party dimana nih? Hehe”
“Siapa yang suka ke party? Idih, emang Virgie ngomong gitu? Gila tuh Virgie”
“Yaelahh…udah deh. Gak usah ja’im. Napa sih cewek-cewek suka sok alim kalo pertama kali kenalan. Pengen keliatan cewek baek-baek banget. Gw malah suka cewek yang eksperif, pake piercing and tattoo sekalian biar unik. Trus apa salahnya dengan party? Kriminal??? Amoral??? Kalo capek ama kerjaan kan wajar kita butuh refreshing, ngumpul ma temen-temen, nge-dance, minum dikit…that’s all. Lagian, orang-orang laen aja kali yang suka berlebihan. Padahal kan party buat gw sama aja kayak hang out di café? Bedanya, musiknya lebih kenceng dan untuk itu loe bisa nge-dance ampe bego. Ngga lucu kan kita ngedance di Starbucks sore-sore, ngga pake ‘musik’ lagi ??? Heuheuheue Denger2 situ party animal. Udah buruan, party mana nih, mana nih???heheheh”
“Sinting loe…Emang sih ga ada yang salah ama party. Tergantung orangnya masing-masing. Tapi sumpah gw ga gila party. Virgie tuh yang gila party. Seringan dia kali daripada gw. Dan cuma gw lakuin kalo ada acara special ato lagi pengen banget. Nggak regular di club tertentu.”
Huh, bukannya sudah ngga jaman deh hari gini gila party? Kecuali yang baru ‘mulai’ mungkin? Itupun jika ‘gila’ disini maksudnya adalah sering, ya. Kalo ada party jadi gila-gilaan, nah itu yang bener buatku, heuheueheu. Dan memang tidak pernah ada yg salah dengan party. Karena bagiku, ‘gila-gilan’ itu juga ya cuma sekedar dance gila-gilaan, heboh-hebohan, rame-ramean, dengan segelintir temen-temen baik yang sudah sangat aku kenal dan mereka juga menyenangi dunia ini sebagai refreshing sesekali. Acara ‘minum’ juga selalu kami lakukan secara ‘langsung umum bebas dan terkendali’ TANPA TERTARIK untuk menyentuh obat terlarang ataupun untuk menanggapi pria-pria sok charming yang senang tebar pesona di setiap party, berharap ada seorang perempuan mabuk yang bisa dimanfaatkan. Trus, tadi dia menyebutkan tentang piercing? Yak, itu aku punya satu di hidung kanan, sempet kepikiran nambah, tapi mungkin setelah aku tahu pasti dunia pekerjaan yang akan kucintai seumur hidup (yang masih dalam tahap pencarian-bukan berarti aku tidak menyenangi pekerjaan yang sekarang-tapi, entahlah!) memang tidak mempermasalahkannya dulu. Tidak semua kantor menerima kan? Tattoo? Another ‘cita-cita’, hehe. Tapi karena lumayan mahal jadi ketunda-tunda, deh. Lagipula aku belum menemukan tempat yang benar-benar aman dan meyakinkan, untuk melakukannya. Aku kepingin satu di tengkuk dan satu dekat mata kaki, hehe. By the way, siapa sih orang sakit jiwa ini…omongannya cukup ‘menembak’ ku. Sebanyak apakah informasi yang dia dapatkan dari Virgie tentangku, sebagai usaha untuk bisa membuat aku merasa ‘click’ dengannya? Memang tidak ada satupun bagian dari hidup dan keinginanku dalam hidup ini yang tidak kuceritakan ke Virgie.
“Oh..ok,” jawabnya singkat menanggapi jawabanku soal party sambil terdengar seperti berpikir untuk pertanyaan selanjutnya. Lalu, ”Ngomong-ngomong kalo gereja, ke gereja mana?”
“Mana aja, tergantung mood. Emang loe dimana?” jawabku sekenanya dan bertanya balik. Lagian, dari party nyambungnya ke hal-hal religius kayak gini??? Bener-bener sinting nih orang.
“Bagusan loe dong daripada gw. Sebenernya gw di Bethel, tapi hampir ngga pernah pergi, hehe. Eh, gw orang Ambon…kalo loe liat di Friendster, bakal keliatan kok hehe. Wah, jangan ngebayangin gw ganteng deh. Gw jauh dari ganteng. Tinggi gw juga cuma 165, hehe.”
“Lagian siapa yang ngebayangin loe ganteng? Dari suara loe juga kedengeran kok kalo loe biasa banget hauhauauahuahua….” Kata gw semakin berani untuk ceplas-ceplos, karena semakin jelas juga kalo dia tipe yang tidak mengenal basa-basi. Atau tidak sopan ya, sebenarnya? Padahal, berikutnya aku tahu jika dia terkagum-kagum dengan budaya Jawa yang terkenal santun. Aneh.
“Huahuahau….loe gila juga anaknya. Seru. Gw suka. Tapi biar Ambon tulen, gw numpang lahir di Sukabumi dan idup dari kecil di Jakarta, en justru suka banget sama Bali dan Jogja, lho. Tanya dong kenapa? Karena Bali itu indah banget, gw seneng pantai. Berjemur, biar tambah item. Gw ngerasa belum item-item amat buat ukuran Ambon sih heuheuhue meskipun semua temen-temen gw bilang gw item, gw sama sekali tidak percaya hauhauhauhaua Sedangkan Jogja….gw kagum banget sama budaya Jawa. Kata gw, Jogja itu centralnya kebudayaan Jawa.”
“Gilingan, dasar!! Gak ada yg tanya kenapa, lagian. Jadi situ masih ngerasa putih? Putih Tua, ya neek? Heuheuheu Jadi loe Ambon asli? Dari bonyok, ya? Bisa ngomong Ambon?”
“Bukaaan…Item muda! Iya deh, boleh juga putih tua. Huahauhau Iya, bonyok Ambon dua-duanya. Tapi gw ngga bisa bahasa Ambon. Kalo bonyok ngobrolnya cepet, nggak ngerti deh. Huehueheu Terakhir gw ke Ambon tuh waktu meliput….bla…bla…bla…” Orang gilaaaaaa. Gw udah tau separuh idupnya dalam setengah jam ngobrol lewat telpon Jakarta-Bandung, yang hebatnya….belum pernah ketemu.
· Dia lahir 26 April setahun lebih muda dariku, but somehow he sounds wiser than me.
· Anak ketiga dari 4 bersaudara.
· Suka party (banget!!!).
· Suka traveling.
· Hardworking dalam setiap pekerjaan yang dia geluti meskipun senang berpindah-pindah. Tapi itu sekedar karena dia mengaku sebagai seorang adventurer sejati, mencari pengalaman yang lebih menantang setelah berhasil menguasai satu bidang.
· Sudah bekerja di Bona Advertising selama 2 tahun tapi mengaku hampir tidak pernah melihat hasil karyanya sendiri muncul berupa commercial break yang kadang mengganggu acara-acara bagus di televisi karena lebih suka menonton DVD, terutama film perang karena dia pecinta segala sesuatu yang berbau perang. Karenanya…
· Kepingin bisa menjadi wartawan perang.
· Nge-fans berat sama Iwan Fals karena selain ganteng dan kharismatik, menurutnya lagu-lagu dari penyanyi yang sempet bikin heboh dengan ‘Bento’-nya itu menyuarakan hati rakyat kecil (dan memang beberapa lagu Iwan Fals menjadi backsound obrolan kami)
· Insomnia sejati juga persis sepertiku….
Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding, karena merasakan satu hal aneh. Tiba-tiba saja aku merasa bukan ngobrol dengan orang yang baru kukenal. Bukan karena semua kalimatnya yang terdengar “soooo me” yang menurutku bisa saja dia usahakan setengah mati itu. Toh, orang jenis ini beserta seluruh pengalamannya juga termasuk baru buatku. Tapi memang tiba-tiba saja dia terasa seperti seorang temen lama. Bahkan tidak sekedar temen lama melainkan sahabat yang sudah lama tidak pernah berhubungan lagi, yang tiba-tiba kembali dengan menceritakan sejuta pengalaman barunya selama menghilang dariku. It’s totally insane!!!!
“Jadi gituuu ceritanya…heuhueheu. Ayo dong tanya-tanya lagi tentang gw. Loe mau tau apa lagi tentang gw? Apa aja, semuanya! Tapi gw bingung nih klo disuruh ceritain sendiri…”
“Hahhhh???? Hellowww, gw udah tau separuh idup loe karena loe nyerocos sendiri dari tadi. Cerewet, sumpah!!! Tanda-tanda jaman deh ini kayaknya, ga ada angin ga ada badai, tiba-tiba ada orang sesakit jiwa loe nelpon-nelpon jam segini, bikin gw gak bisa nonton Extravaganza. Kan mo liat Tora Sudiro, tau!!!!” Kataku setengah ngga percaya dengan intonasi innocent dalam kalimat terakhirnya dan setengah kesel mengingat aku hanya bisa memandang salah satu acara kesukaanku itu tanpa mengerti semua parodi yang dimainkan dalam acara itu karena tv-ku yang di mute. Meskipun kadang-kadang suka ‘garing’, ya tapi biasanya acara itu cukup bisa menghibur hari Senin malam. Senin adalah hari yang cukup menyebalkan, bukan? Namun harus kuakui, percakapan ini menyenangkan juga.
“Eh iya, ya….gw cerewet ya heuheuheu. Maap deehhh….Tapi gw tebus deh kesalahan gw dengan ngundang loe nonton Extravaganza, live!!!! Produsernya dan banyak kru Trans TV temen-temen gw juga kok, gimana…mau ya?”
“Giling…ngga segitunya kok ama Extravaganza. Ngga perlu, thanks anyway!!!”
“Eh…ummm…would you be my woman?” tembaknya langsung dengan ‘cuek’.
Aduhh, ini Ambon…Jawa…Betawi…apa Batak siiii? “Haaahhh????” seperti biasa aku selalu cuma bisa terperangah.
“Don’t know…I just feel so close to you, hehe. Ngerasain juga gak? Gw kok seperti berasa udah kenal lama ya, ngobrol ama loe. Gimana kalo ternyata loe jodoh gw??? Maaaan….gimana yah kalo emang begitu. Gila yah, loe cewek gw, hihi. Gw ngabayanginnya pasti seru banget, loe cerewet en ‘ancur’ juga sih. Pasti seru banget. Oh…my...God, gw ngerasa…click ama loe. Really, I wanna know you more,” tambahnya lagi semakin menggila dan membabi buta. Yeah…whatever. Sumpah, aku tak habis pikir dengan orang ini. Aduuhh, tapi…kok dia seperti merasakan yang aku rasakan sihhhh???? Apa ini lagi-lagi taktik dia saja?
“Hmmm…honestly, gw juga ngerasain kayak ngobrol ama temen lama kok, hehe” kataku tidak menutupi. Tepatnya, berusaha tanpa basa-basi juga. Dan aku belum selesai, “Tapi jodoh??? Hiiih…ga sejauh itu yaa??? Gila apa? Blom pernah ketemu loe…nggak ada bayangan apapun gimana sosok loe…gilingan, tau!!! Kalo bukan karena Jijie sobat gw, nggak akan gw ngobrol ama loe!!!”
“Heehh, knapa nggak? Feeling gw kuat gini, kok??? Jijie kan perantara doang. Lagian coba bayangin. Kok bisa, dia tiba-tiba nunjukkin foto-foto loe di Hp-nya??? It’s a sign, isn’t it??? Eh iya, ada friendster? Mumpung gw depan komputer, nih” katanya dengan seribu keyakinan yang membuat aku mulai jengah. Obrolannya juga lompat sana lompat sini. Duhh!!!
“Cari aja di friendslist Jijie,” ujarku singkat.
“Ngga ahhh…lama!!! Email loe deh, buru!” katanya tidak sabar dan….’main perintah’ ????Aku paling tidak suka diperintah. Taureans, remember? Untungnya, dia terdengar menyenangkan untuk menjadi temen ngobrol yang memberikan aku pengalaman ‘gila’ seumur hidup pada malam ini. Jadi kuberikan saja alamat emailku. Tidak ada ruginya, kok.
“Hmmm…tau nggak gw suka foto loe yang mana? Hehe, semua sih. Gw suka liat loe…chubby!!! Hmmm, loe fashion editor??? Ok. Loe suka Maksim??? Wah, pasti loe cocok banget temenan ama copy writer gw. Dia tau semua tentang Maksim,” dia mulai membuka profile-ku sembari membacanya dan memberi tanggapannya satu persatu .
“Ya ampun, temen loe punya partitur Maksim????” potongku cepat karena memang suka sekali dengan permainan pianist asal Kroasia yang kabarnya tetap giat berlatih di tengah perang itu. Sementara aku dulu susah sekali disuruh papa berangkat kursus, padahal ditengah-tengah kehidupan negara yang pada umurku saat itu ku tahu aman dan damai. Aku baru tahu istilah yang dianggap tepat untuk suasana pada masa pemerintahan itu adalah Represif, setelah kuliah.
“Wah, itu sih ngga tau. Ntar deh gw kenalin. Makan tuh Maksim bedua, hehe. Ohh..loe maen piano juga. Jangan bilang loe blom nonton The Pianist…”
“Emang belom.”
“Hwaaaa…loe bakal gw kunci dan gw tinggal sendirian di kos gw biar nonton The Pianist heuhuheu. Hmmm, loe suka Jazz? Ok. Finding Nemo? Lucu banget ya si Dori. Tapi gw paling suka Ice Age!!!
“Gw juga tergila-gila ama Dori, gw bangettt dengan Short Memory Syndrom gw buat mengingat nama orang padahal baru beberapa menit kenalan, ha..ha..ha..Tapi kok gw masih inget nama loe ya, Jim? Kalo Ice Aged, gw suka si tupai bodoh itu. Mukanya kocak bangetttt….dan ga kebayang deh semua peristiwa penting jaman prasejarah kejadian gara-gara dia doang, ha..ha..ha..” ujarku senang mengingat tingkah dua dari sekian banyak tokoh film kartun favoritku.
“Heuheuheu…ok…cool…lumayan…Fakultas Hura-hura? Hehe. I’m everything you’re not? Huahuahau seru juga. Hmmm…profile yang bagus,” katanya meneruskan berkomentar sendiri menelusuri berbagai hal tidak serius yang kutulis di profileku. Dan ia melanjutkan terus, “Sekarang coba kita liat testimonial-nyaaa??? hmmm…ok….yak…oya…ohhh.”
“Wah, gw berasa ngga adil, niih. Loe sekarang bisa tau semuanya tentang gw lewat friendster dan ngobrol ini. Sementara gw ngga ada bayangan sama sekali sosok loe gimana?” selaku setengah kesal juga.
“Tenang…gw add loe. Ntar besok loe buka punya gw. Ehh…ternyata gw ngga bisa nge-add loe nih. Gw kirim message dulu aja kasih imel gw…loe add gw, yakkk! Dan sini gw bacain aja deh punya gw,” ia menjawab lalu dengan panjang lebar mulai membacakan satu persatu isi profile dan testimonial miliknya, yang menurutnya perlu untuk kuketahui. Aku mendengarkan saja, sambil sesekali mengikuti gayanya berkomentar, seperti: ohhh….ok…cool…ok…seru juga…yak…ok…oya…dan bla bla bla.
“So….what d’ya think? What d’ya think??” tanyanya cepat setelah merasa cukup membacakan ‘daftar riwayat hidup singkat’ –nya lewat web yang digila-gilai semua orang itu. Dan aku juga jadi menyadari kalau dia senang sekali mengulang kalimat. Terutama jika merasa penasaran.
“Hm? What I think? I think you’re crazy, hah heh hah!!??” komentarku dengan aksen Singlish bercampur gaya bicara Dori. Becanda. But somehow, I mean it. Seperti biasanya aku.
“Huhauahuahua jangan gitu dooong…,” katanya setengah memelas. “Maaannn…I think I like you a lot. Jangan sampe gw jadi bilang gw sayang loe. Dan terakhir, gw cinta ma loe. Gila sih membayangkan loe bakal bener-bener be my woman.”
“Heh, dasar emang situ tuh orang gilaaaaa, ya! Jauh-jauh amat ngayalnya??? Ngobrol normal, napa?” kataku sambil tertawa-tawa saja, tapi mulai semakin jengah.
“Bentar bentar. Kok orang seperti loe masih jomblo? Jangan-jangan loe standarnya ketinggian ya?”
“Seperti gw? Seperti apa emang? Kok ga to the point aja bilang gw keren banget???Huahauhauhau Ketinggian? Nggak, ah. Dibilangin lagi menikmati masa jomblo, kok. Soalnya banyak banget yang masih pengen gw lakuin. Kadang-kadang, punya pacar itu bisa menghambat juga. Bisa jadi dia yang ngelarang-larang atau kitanya yang jadi nggak tega. Buat apa pacaran klo ngga bisa saling support. Ya gak? Kadang-kadang karena saling support pun, malah untuk itu harus rela pisah. Wah, pusing deh kalo udah gitu,” jawabku panjang lebar setengah benar, setengah tidak. Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya pun mulai bergulir. Kujawab jujur tanpa basa-basi lagi. Udah jomblo berapa lama? Tipe cowok yang loe suka? Apa yang loe cari dari cowok? Masalah nggak pacaran ama yang lebih muda setaun? Bisa pacaran long distance? Masalah ngga klo gw Ambon?? Maaakkk!!!!
“Ok…jadi mau pake adat apa? Hehe”
“Hahhhh??? Adat apa? Buat apa???” aku kebingungan. Semuanya serba cepattttt. Seringkali aku belum sempat berpikir tentang satu hal, beribu hal lain sudah keluar dari mulutnya.
“Ya apa lagi? Married dong? Hauhauahuahuahauhauahua,” katanya bener-bener mulai sinting.
“Busyeeeettttt. Orang gilaaaaaa. Eh, pacaran aja lagi males udah mo pikir kawinnnnnnn????? Eh loe tau kan gw orang apa?” kataku sembari s-a-n-g-a-t t-i-d-a-k p-e-r-c-a-y-a akan apa yang baru kudengar.
“Iya. Tau banget, hehe. Makanya gw tanya, mo pake adat apa? Hauahuahauhau,” ulangnya.
Ok, sekarang aku yakin untuk meneruskan ‘kegilaan’ malam ini dan untuk ikut ‘menggila’ juga. “Sekarang, loe sendiri ngebayangin ato ngarepin pake adat apa?” jawabku mencoba berdiplomasi.
“Hmmmm, Jawa!”
“Hah??? Situ Ambon, sini Kalimantan, ditengah-tengah ada lautaaaannn, tau???? Darimana bisa adat Jawa? Lagian kagak tau apa adat kawinan Jawa ribetnya kayak gimana? Ogahhh.”
“Emang. Loe pikir gw ga pernah ngeliput kawinan ala Jawa tujuh hari tujuh malem??? Emang gw kagum banget sama budayanya. Tapi mo kawin aja nyusahin diri bener. Kalo gw sih pengen pake baju adatnya doang, trus resepsinya cuma ‘bak buk’ en langsung bulan madu. Selesai. Acaranya pengen outdoor pesta taman di Kebun Raya atau halaman gereja depan Gambir. Bukan Katedral. Tau gereja Protestan depan Gambir?”
“Ngga pernah ngeh. Jangan tanya soal Jakarta. Ngga pernah apal.”
“Iya, jadi di situ. Trus segelintir temen-temen dan keluarga dekat yang datang, ngga boleh ada yang dandan menor. Santai ajaaaa…celana pendek juga cukup, yang penting pada cakep en cantik. Tapi my woman pasti yang paling cantik, hehe. Trus gw mo ngajak my woman traveling buat honeymoon. Bukan perjalanan mewah gitu, tapi pake motor, koboi-koboian. Waaah, pasti seru. Klo loe?
“Hmmm…gw cuma pernah cerita impian resepsi kawin gw ama Jijie. Dan gw sama banget ama dia. Jadi dulu kita pernah becanda, kalo ampe umur sekian-sekian kita ngga married-married, kita bedua aja yang married, hauhauhauahuhua. Kadang gw nyesel juga napa Jijie mesti cewek. Ha..ha..ha..”
“Nah, masalahnya adalah sama ngga nih ama gw?”
“Ada deehhh…,” aku mengelak lalu memikirkan taktik bagaimana agar aku bisa mengorek terus keterangan tentang dirinya saja tanpa aku harus membuka semua tentang diriku. Aku bisa dengan mudah akrab dengan siapa saja, tapi belum tentu aku mau membuka diriku begitu saja. Dulu aku pernah bercerita pada Jijie, susah mencari pria yang punya pikiran sama tentang acara ‘bersejarah’ kayak gitu. Lagipula, pasti keluargaku dan keluarga calonku yang aku belum pernah tahu akan datang dari kebudayaan mana di Indonesia ini dengan kuatnya ikut campur dan dimulailah resepsi berkepanjangan dan melelahkan. Mengundang beribu-ribu orang yang pasangan pangantinnya sendiri tidak mengenal. Apalagi aku anak pertama? Memang mereka tidak bisa disalahkan. Mungkin semua itu dilakukan karena mereka juga ikut senang. Jadi, aku simpan saja impian itu. Kalaupun semua teman tahu, paling hanya general-nya. Jika ada seseorang yang berpikiran sama denganku dan punya keinginan kuat untuk mewujudkan impiannya itu tanpa menyinggung ego keluarga, bisa jadi itu salah satu tanda bahwa he’s the right one. Ha..ha..ha..berlebihan mungkin. Tapi bukankah setiap impian memang harus selalu berlebihan? Hehe. Tapi tunggu, pesta taman? Depan Gereja? Hanya dihadiri sejumlah orang dari berbagai kalangan yang benar-benar dikenal dekat? Resepsi sederhana tanpa dandanan menor? Travelling koboi-koboian??? OOoOpPpsSss!!!!
Aku merasakan kepalaku mulai pusing. Untung dia tidak memaksa pertanyaannya lebih jauh. Tapi dia justru membuat aku tambah pusing saat dia mulai lagi membeberkan gambaran tentang keluarga impiannya,” Gue seneng anak kecil. Gue pengen punya 2, cowok dan cewek, haha. Trus di rumah gw harus ada anjing, Golden Retriever ato Herder. Setiap sore, gw lari bareng my woman sembari ngajak Retriever gw. Wuaahh seru. Dan gilanya, gw mulai ngebayangin lari sore itu ama loe.”
“Haaaahhhh???gw?????? Sakit jiwa!!!!” itu yang keluar. Sebenarnya, ya ampuuun. Se-Karina Margaretha itukah dia?
“Hhauhauhauahu….bodo!! Jujur deh…loe suka ngga ama gw?? Ngerasa ‘click’ ngga? Ngerasa ‘click’ ngga?”
“Suka???Hmmm..jujur aja percakapan ini menyenangkan juga. Gila soalnya. Ditengah-tengah gw memulai hidup normal lagi dengan berangkat kantor mulai hari ini setelah semingguan kemaren ngga masuk karena sakit….Eh, ada orang yang lebih ‘sakit’ nelpon gw huahauhauhauhau. ‘Click’? Lumayan!” jawabku. Aku benar-benar sudah gila juga. Pusing. Pusiiing. Pusiiiing. Benar, rasanya berkunang-kunang. Masa sih ini jodohku? Amit-amit, masa datang tiba-tiba dengan cara tidak sopan begini? Ahhhh, pasti sekedar orang-orang gila yang memang gampang menularkan semangatnya. Ayo, akal sehat bekerja sedikit dong, Karin. Haaa, paling-paling ini semua hasil usaha Jijie lagi. Pasti Jijie, seperti yang lalu-lalu juga bukan? Karenanya, pusingku berkurang.
“Maaan…beneran nih…I feel so close to you. Loe jodoh gw kali ya?” tegasnya. “So, would you be my woman??? Please….???” Waduh, suaranya berubah dari ‘gila’ jadi romantis. Sekali lagi untuk jujur, suaranya sangat menarik. Oh my God !!!! Tapi aku sudah mulai bisa berpikir jernih. Ok, aku juga mencoba selangkah lebih ‘gila’ lagi. Aku juga bisa sok romantis.
“Jim, gila loe ya…,”kataku lembut. “Gw bukan tipe orang yang langsung ‘bak buk bak buk’ kayak loe. Ok, mungkin loe bisa bilang gw heboh, seru, bisa sinting kalo ngobrol. Gw memang gampang akrab sama siapa aja. Ceplas-ceplos. Kadang itu juga bikin orang salah tanggep. Tapi sebenernya gw nggak segampang itu buat pacaran. Rata-rata pasti temenan lama dulu buat bisa bikin gw bener-bener suka. Karena justru bukan soal tampang, tapi ngerasa comfort ato nggaknya bareng seseorang. Lu nyenengin kok, bener…tapi kan gw ngga bisa bilang sekarang dong bisa jadi your woman or not???” Aku hampir tak percaya mendengar suaraku sendiri. Mengarah ke manja!!!
“Aduh say…seberapa lama sih? Ngga akan setaunan kan? Klo ngga nyampe, aku masih bisa ‘handle’ kok, hehe.”
Kata ‘aku’ mulai keluar!!! Here we go. Atmosfer telpon-telponan ini mulai ‘berubah’. Terdengar seperti sepasang kekasih long distance pacaran lewat telpon., “Ya ngga juga, kali. Tergantung.”
“Tergantung apa?”
“Cepet nggaknya ngerasa comfort. Aduuuh, lagian kan dah bilang kalo masih banyak yg pengen gw lakuin…”
“Ok. Bagaimana kalo diganti kalimatnya, masih banyak yang pengen ‘kita’ lakuin? Hehe. Toh, ini bakal long distance. Paling kita ketemuan weekend. Jadi banyak hal yang bisa kita lakuin hari lainnya kan? Katanya bisa pacaran long distance???” tanyanya mnggoda dengan suara yang juga…menggoda.
“Hiiihh…dasar. Bukan berarti, yah!!!” desahku manja. Huahauhauhaua, go Karin go!
“Hunny, aku suka banget cara ngomong kamu barusan. Eh…boleh kan aku panggil kamu Hunny?”
“Nope. Ngga boleh…”
“Kok Nggak? You’re my woman, right?”
“Ihh…blom bilang iya kok…”
“Tuuh kan…suka lagi cara ngomong kamu. Ok…trus maunya dipanggil apa dong?”
“Karin, Kiwin, Kaka, Iblis betina, Kepala Suku, Bibir Silet, Ketua Gerwani, Pocahontas, Pelacur…..seperti semua panggilan temen-temen gw itu, apapun terserahhhh…tapi bukan Hunny.”
“Wah…masak sih panggilan mereka pada seseram itu?”
“See, You don’t know me at all. Baru liat friendster ama nelpon pertama kali aja kok yakin amat, hehe. Ngga tau kan kenapa mereka bisa panggil gw begitu?” aku memancing agar dia sadar bahwa semua yang dia lakukan ini sebenarnya ‘tidak penting’. Karena perkenalan ini pasti akan lebih menyenangkan jika hanya menambah satu orang teman ‘heboh’ pembuat meriah hidup. Apakah semua temannya yang ‘seabreg’ itu benar-benar teman sejati hingga dia merasa tidak perlu mencari teman lagi kecuali pasangan hidup? Mungkin mereka yang dia anggap ‘teman-teman’ itu sekedar ‘kenalan’, ‘say hi friends’ yang aku sendiri merasa banyak memilikinya. Aku memilih hanya punya beberapa teman. Tapi mereka ‘benar-benar teman’.
“Hmmm…aku panggil Kitty ya?” balasnya tak peduli.
“Kitty??Nggak nyambung ya ama Karin, tapi boleh deh. Kok bisa?”
“Aku ngebayangin kamu sebenernya manja…kayak kucing, hehe. Suara kamu tadi sih, hehe. Kitty, coba bayangkan dalam tiga tahun ke depan. Ada yang 29, itu siapa? Kamu. Ada yang 28, dan itu siapa?” tanyanya menggantung berusaha agar aku yang menjawab.
“Siapa dong? Adek gw? Ha..ha..ha..selamat datang di pertanyaan jebakan Jimmy, begitu maksud kamu? Yeah, getting know you better, ha..ha..ha..” aku tidak tahan untuk tidak bercanda dengan semua kalimatnya.
“Ha..ha..ha..ok, itu Aku yaaa…,” ia menjawab sendiri. “Tiga tahun…aku mau nyicil mobil tahun depan. Tahun depannya lagi nyicil rumah dan terus punya tabungan bareng my woman. Masalah ngga buat kamu? Siapa tau kamu punya target married sebelum itu?”
“Hm?? Jadi udah ngebayanginnya bareng aku nih??” godaku. Lalu aku menjelaskan panjang lebar jika aku tidak punya target seperti itu. Dulu, saat masih belasan tahun memang aku menganggap umur 26 atau 27 adalah waktu ideal untuk melakukannya. Tapi lihat hidupku sekarang, ternyata menjadi lajang di umur ini dalam keadaanku sekarang sangat menyenangkan. Mungkin juga karena aku belum menemukan ‘the right man’. Tapi itu tidak akan membuatku panik, lantas menikah dengan siapa saja yang terlihat ‘ok’ untuk menjadi figur ‘bapaknya anak-anak’ karena balutan good looking enough-pria baik dari keluarga baik-dan mapan, bukan? Bagaimana dengan cinta? Nah, aku hanya ingin menikah dengan orang yang membuat aku jatuh cinta. Sampai umur berapapun aku menemukannya. Terlalu idealis? Setiap orang punya idealismenya masing-masing. Dan tentunya, menurutku akan bahagia jika menemukan seseorang yang berjalan bersama sepanjang sisa hidup dengan idealisme yang sama. Sulit? Ya, aku tahu itu sulit. Sangat sulit. Tidak heran, banyak orang menyerah. Apalagi, belum begitu wajar untuk ukuran perempuan Indonesia jika belum menikah pada usia 20-an. Kalaupun ada yang merasa wajar, orang-orang di sekitar mereka yang malah jadi seperti kebakaran jenggot. Aku mengingat nasihat salah satu temanku, hati-hati…ingat umur. Katanya juga, filosofi mencari pasangan saat umur belasan adalah: siapa kamu. Umur 20-25: siapa aku. Umur 26-30an: bakal jadi siapa aja yang penting ada. Ha..ha..ha..Ya mau bagaimana lagi dong, kalau aku belum di ‘kasih’ umur segini, masa mengambil apa aja yang ada, atau…boleh mengambil punya orang??? Pikirku. Hehe.
“Wow, great….You’re so me!!!” tanggapannya singkat, padat. Lalu, “Eh Kitty, aku boleh bilang sesuatu? Aku sayang kamu.” Yang ini sampai membuatku terloncat dari tempat tidurku. Aku mencari-cari bungkus rokok Sampoerna-ku. Wah, harus ngerokok nih. Aduhh, tinggal tiga batang? Mana cukup untuk menenangkan syarafku, dengan obrolan yang keliatannya tidak akan ada akhirnya ini?
“Oya??? hah..heh..hah??? Heuheuheu Yakin tuuuh??? Aduuhh, jadi pengen ngerokok kalo deg-degan, hehe” karakter Dori kembali dalam versi manja. Pasti menjijikkan buat Pixar dan membuat berang banyak kalangan jika film untuk anak-anak ada karakter perokok berat. Ha..ha..ha...
“Tuhh kan…suara kamu… kamu tau kalo kamu ngomong manja-manja en aku ada disitu….aku bakal ngapain ??” suaranya masih mencoba menggoda, yang kini kok jadi tidak terdengar ‘menggoda’ lagi buatku, ya.
“Ngga. En nggak mau tau, hehe…” aku mengelak manis sambil mulai berpikir, wahhh…kayaknya ada yang salah nih. Is he about to ask me to have sex on phone?????? He sounds driving me to do it. Ha..ha..ha..tidak heran Premium Call Phone Sex laku keras. Jangan-jangan aku berbakat kerja di sana.
“Kitty…kok gitu???” benarkan…suaranya makin menjadi.
“Ha..ha..ha..tau ngga? Aku jadi berpikir, untung juga ngobrol ini cuma lewat telpon, lho. Kamu ngga bisa liat ekspresi aku kan?? Mantan jurnalis kok mau ngelawan mantan penyiar….ha..ha..ha…”candaku masih menjalani drama suara manja seksi (menjijikkan) ini.
“Ya udah…nyerah deh ama mantan penyiar. Ampuuun dehhh. My God, I like you a lot. Kitty, trus kamu mau panggil aku apa dong?”
“Hmmm…apa yaaa??? Sai..ato Koko karena kamu pshyco? Agil mungkin…dari Gila? Heuheuehue, ”jawabku santai. Tapi aku tidak menyangka jika ternyata reaksinya menjadi sangat berbeda.
“Jadi loe ngga nganggep gw serius dari tadi? Pshyco?Jadi loe nganggep gw Pshyco?”
“Waaahh…kok sensi denger kata Pshyco?” aku tidak mau kalah. “Lha…ngga ngerasa ya, say---ko?Hehe. Eh mana pernah ada orang ngobrol baru sekali, lewat telpon doang lagi, blom pernah ketemu en kenal, blom pernah denger, baru liat2 profilenya di Friendster doang, trus ngajak kawin??? Masih ngga ngerasa gila? Kali aja sih, soalnya seperti di awal-awal ngobrol loe bilang ngga ngerasa item biarpun temen-temen loe bilang gitu, ya kan?” aku jadi tidak bisa menutupi nada sengit dalam suaraku. Saatnya menyudahi drama, nih.
“Siapa yang ngajak kawin?”
“Lha itu, my woman…my woman…Mikir dong…loe pinginnya gw selalu jawab manis-iyaaa, you’re just so me-thanks God for dropping me this gorgeus guy-exactly like what I’ve been looking for-hey,hunny of course I wanna be your woman…-gitu kan????” Kini aku menumpahkan kekesalanku.
“Nggak. Nggak gitu banget, kok. Gw Cuma kecewa aja, yang udah gw bangun dari awal, loe rusak lagi. Ternyata gw nggak lebih dari seorang pshyco buat loe. Sementara gw serius wanna know you more. Kalo ngga serius, ngapain gw nelpon loe udah 3 jam kayak gini, sementara temen-temen gw nungguin gw di Embassy. Tau gitu….” katanya terdengar berang.
“Tau gitu…Trus??? Nyesel??? Embassy buka ampe pagi, bukan? Masih sempet kan? Lagian, loe ngga menganggap ini buat nambah temen sihh…”
“Kan udah gw bilang kalo gw ngga nyari temen…nyari pasangan hidup!!! So..can’t we just skip dating???”
katanya mantap.
Obrolan kami memang berlanjut. Tapi berikutnya sangat terasa seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar lewat telpon. Bertengkar karena dia tetap merasa tidak dihargai. Dan aku bersikukuh meminta dia mengerti bahwa aku terlalu pusing dengan semua kegilaan ini. Sepertinya ‘pertengkaran’ kami tidak nyambung, ya. Aduhhh…kok bisa jadi begini??? Tiba-tiba aku muak. Sangat muak. Karin, wake up!!!! Yak, dan aku benar-benar ‘terbangun’. Siapa sih orang ini, berani-beraninya mengaduk-aduk emosi ku hanya dalam beberapa jam ngobrol. Baru kenalan pula. Aku ikut marah besar dengan Jijie. Sembari ‘bertengkar’ di telpon, aku sempat pula membeli sebungkus rokok lagi di kios depan rumah yang buka 24 jam. Karena sekarang sudah pukul 01.00 dini hari!!! Masih lamakah ini? Jika ya, berarti aku yang harus menyudahinya. Bodohnya. Bukannya dari tadi. Emang dasar, Karin lemot….lamban!!!!
“Kitty…sori…kok aku jadi gini ya…marah-marah nggak jelas ama kamu…pasti lagi sensi karena capek banget. Aku belum pulang dari pagi…subuh malah…kerjaan juga banyak banget tadi, karena deadline dari product shampoo. Ampe akhirnya Jijie ngasih liat foto kamu...aku jadi seger...trus telpon kamu...dan seterusnya...tapi sebenarnya capek ini bikin aku jadi sensi...,” katanya tiba-tiba menyudahi pertengkaran kami yang belum sempat aku sudahi sendiri sesuai rencana tadi. Benar-benar gila. Hey…tiba-tiba aku merasa tahu apa penyebab dari semua kesamaan…click…atau apapun istilahnya, yang dari tadi sempat tercipta. Mungkinkah karena dia memang ‘terasa’ seperti orang-orang dari masa laluku yang tercampur dalam satu kepribadian seorang Jimmy Abimalao? Dia bisa melompat seperti kelinci girang dan manis yang bisa tiba-tiba terlihat dan berlaku seperti serigala, itu Ferdi. Tapi cara bicara to the point dan gila, dengan gaya Jakarta-nya yang kental, bukankah itu Indra? Dan benar saja. Karena sosoknya-yang setelah kulihat dari foto friendsternya beberapa waktu kemudian, sangatlah Gerry. Tidaaaak. Aku tidak akan mau mengulang kebodohan yang sama dengan tiga orang dari masa lalu yang ingin bisa aku hapus dari ingatan, kini tergabung dalam satu orang yang akan mengisi masa depan.
Aku cuma terdiam. Tidak sanggup bilang apapun lagi. Saat dia minta untuk bicara sesuatu menanggapi permintaan maaf-nya yang berkali-kali itu, aku pun hanya bisa menjawab,” Ngga tau mo ngomong apa...speechless...sumpah...”
“Ok…I just wanna let you know…aku sayang sama kamu, Kitty. I really wanna know you more. Kalau Jumat nanti kita ketemu dan kamu ngerasa ngga mau kenal lebih jauh…kamu boleh mundur dengan cara kamu sendiri. Tinggalin aja. Terserah caranya, pokoknya cara kamu sendiri. Ngga usah pikirin aku lagi. Tapi sebelum Jumat, kasih gw jawaban if u also wanna know me more dengan cara gw. Besok kalo kamu telpon aku, berarti kita ktemu Jumat nanti. Aku akan nge-usahain apapun untuk datang ke Bdg. Iyalahhh, buat my woman, hehe….ok? Tapi kalo besok kamu ngga telpon….sayang, aku anggap semua yang malam ini percuma…dan kita nggak perlu ketemu. Yah yah yah?” katanya dengan amat sangat panjang lebar. Tidak sepenuhnya aku dengarkan dan mengerti. Karena terlalu banyak hal berlalu lalang di dalam kepalaku.
“Eh…iya?? gimana tadi?????” tanyaku bodoh. Tidak ada lagi suara si Karin heboh, gila, apalagi seksi. Dia mengulangi ‘perjanjian’ ala dirinya itu dan memintaku mengulanginya dalam bahasaku sendiri untuknya melalui telpon. Untuk memastikan aku sudah mengerti. Gila, untuk perintah ini pun aku menurut saja. Eh, sebentar. Bukankah perjanjian ini satu keuntungan? Yak, aku tinggal tidak menelponnya saja. Selesai urusan. Tidak ada acara sibuk mengelak seperti yang aku lakukan terhadap korban-korban Jijie yang dulu. Ya…aku bertekad untuk benar-benar tidak akan menelponnya.
“Ok, Kitty...aku tunggu telpon kamu besok yaaa.Damned, pasti aku ngga akan bisa kerja dengan tenang seharian...bodo ah...pokoknya aku tunggu ya sayang. Mungkin aku bakal liat foto-foto kamu di Hp aja deh, yang udah ditransfer semua dari Jijie, hehe. Sekarang kamu istirahat deh...ok?ok?”
“Ok...see you,” jawabku singkat. Lelah. Aku terlalu lelah.
“Met bobok ya,” katanya lagi.
“Thanks…sama-sama…met istirahat juga..bye...,” jawabku.
Klik.
Huaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……ada beban berat seperti terangkat dari hatiku. Tapi pikiranku masih kacau. Badanku juga penat. Aku merokok sebatang lagi untuk memikirkan semua yang kualami. Tapi aku tidak sanggup berpikir. Yang aku ingat hanya...my woman...can we just skip dating...Jimmy...Virgie... Aku habiskan isapan rokok terakhir. Detik berikutnya...aku tertidur.
YAKINKAN AKU
(28 Juni 2004 – 02.05 - Olala Café – nonton Euro Cup, hehe)
Bayangmu menggenggam khayalku
Tawamu mengisi hatiku
Matamu menerangi jiwaku
Katamu membalut lukaku
Dirimu…
Melambungkan aku
Aku hanya diam
Hanya mampu menatapmu dari ujung kelam
Lalu ku tersenyum pada malam
Mengingat sinarmu yang menghujam
Yakinkan aku..
Engkaukah peneduh ku?
Bayangmu menggenggam khayalku
Tawamu mengisi hatiku
Matamu menerangi jiwaku
Katamu membalut lukaku
Dirimu…
Melambungkan aku
Aku hanya diam
Hanya mampu menatapmu dari ujung kelam
Lalu ku tersenyum pada malam
Mengingat sinarmu yang menghujam
Yakinkan aku..
Engkaukah peneduh ku?
MAAFKAN AKU
(27 Januari 2004)
Maafkan aku…
Karena tatap yang tak binar
Tapi sinarku kan meneguhkan
Maafkan aku…
Karena lidah yang tak manis
Tapi ucapku itu kebenaran
Maafkan aku…
Karena jari yang tak lembut
Tapi pelukku senantiasa menghangatkan
Maafkan aku…
Karena hati yang tak luluh
Tapi jiwaku tak mendendam
Karena itu maafkan aku…
Yang tak mencipta hasratmu…
Hanya karena ria Tuanku…
Bukanlah ria mu…
Maafkan aku…
Karena tatap yang tak binar
Tapi sinarku kan meneguhkan
Maafkan aku…
Karena lidah yang tak manis
Tapi ucapku itu kebenaran
Maafkan aku…
Karena jari yang tak lembut
Tapi pelukku senantiasa menghangatkan
Maafkan aku…
Karena hati yang tak luluh
Tapi jiwaku tak mendendam
Karena itu maafkan aku…
Yang tak mencipta hasratmu…
Hanya karena ria Tuanku…
Bukanlah ria mu…
TIGA TITIK
Voor Alvin ‘n Ringgo (Trotoar Café)
Tiga titik mencoba tersenyum pada hidup…
Satu titik ingin menyanding komanya
Titik yang lain berjuang mengakhiri kalimat tanya
Titik berikutnya sedang mengejar satu cerita
Mereka saling bertanya
Pada diri sendiri dan alunan nada
Pikiran mereka mengelana
Di hadapan ribuan dinding bata
Tak ada yang bisa menjawab
Tidak juga sang malam yang kian lembab
Hidup balik tersenyum dan hanya berkata:
Jalani aku dengan hiasan koma
Tambahkan banyak kalimat tanya
Kelak kan kau pahami satu cerita !!!
Tiga titik mencoba tersenyum pada hidup…
Satu titik ingin menyanding komanya
Titik yang lain berjuang mengakhiri kalimat tanya
Titik berikutnya sedang mengejar satu cerita
Mereka saling bertanya
Pada diri sendiri dan alunan nada
Pikiran mereka mengelana
Di hadapan ribuan dinding bata
Tak ada yang bisa menjawab
Tidak juga sang malam yang kian lembab
Hidup balik tersenyum dan hanya berkata:
Jalani aku dengan hiasan koma
Tambahkan banyak kalimat tanya
Kelak kan kau pahami satu cerita !!!
SIAPAKAH DIA…
SIAPAKAH DIA…
Siapakah keindahan itu,
Yang merobek gaun terbaikku
Tanpa ku malu…
Siapakah kebaikan itu,
Yang mencuri asaku
Tanpa ku tahu…
Siapakah kelembutan itu,
Yang menginjak rahimku
Tanpa kurasakan pilu…
(Lalu) Siapakah kerapuhan itu,
(Jika ia) Yang berhasil menyanding pelangiku
Tanpa mampu ku cemburu…
Hidup sungguh bercanda dengan caranya yang kaku
Harus tertawa atau menangiskah aku?
Siapakah keindahan itu,
Yang merobek gaun terbaikku
Tanpa ku malu…
Siapakah kebaikan itu,
Yang mencuri asaku
Tanpa ku tahu…
Siapakah kelembutan itu,
Yang menginjak rahimku
Tanpa kurasakan pilu…
(Lalu) Siapakah kerapuhan itu,
(Jika ia) Yang berhasil menyanding pelangiku
Tanpa mampu ku cemburu…
Hidup sungguh bercanda dengan caranya yang kaku
Harus tertawa atau menangiskah aku?
SANG CARANG
(Dorslam)
Sadarku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu tubuhku bait nan suci
Jantungku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu darahku impian para putri
Hatiku juga bersuara…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu jiwaku dinanti damainya pagi
Adakah yang bisa membisikkan aku, indahnya menjadi kenari?
Satu dari mereka melunglaikan tangkaiku
Membuatku ragu…
Masihkah aku sang carang itu?
Sadarku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu tubuhku bait nan suci
Jantungku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu darahku impian para putri
Hatiku juga bersuara…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu jiwaku dinanti damainya pagi
Adakah yang bisa membisikkan aku, indahnya menjadi kenari?
Satu dari mereka melunglaikan tangkaiku
Membuatku ragu…
Masihkah aku sang carang itu?
BINTANG JATUH
(Dorslam)
Dia menatapku dari kejauhan
Mulai ke arahku dengan seringai tertahan
Semesta berbisik risau
Tapi aku justru terpukau
Karena matahari pernah bisikkan sesuatu:
Jangan gentar akan kedahsyatan bara itu
Jantungnya menyimpan salju
Tak pernah ditunjukkan
Tapi menanti saat ‘tuk diberikan…
Kini ia telah memasuki galaksiku
Merasakan debaranku…
Berpikir bahwa aku sang planet rapuh nan lugu…
Padahal dalam bisu aku menunggu sabar
Aku tak butuh salju untuk kau tebar !
Aku ingin dibakar !!
Agar sumbuku berpijar !!!
Dia menatapku dari kejauhan
Mulai ke arahku dengan seringai tertahan
Semesta berbisik risau
Tapi aku justru terpukau
Karena matahari pernah bisikkan sesuatu:
Jangan gentar akan kedahsyatan bara itu
Jantungnya menyimpan salju
Tak pernah ditunjukkan
Tapi menanti saat ‘tuk diberikan…
Kini ia telah memasuki galaksiku
Merasakan debaranku…
Berpikir bahwa aku sang planet rapuh nan lugu…
Padahal dalam bisu aku menunggu sabar
Aku tak butuh salju untuk kau tebar !
Aku ingin dibakar !!
Agar sumbuku berpijar !!!
TAHUKAH KAMU
(Dorslam)
Tahukah kamu,
Jika kutahu…
Tentang terang cahaya,
di kilatan tatapmu.
Tentang lompatan irama,
di gendang telingamu.
Tentang mekarnya pagi,
di merah pipimu.
Tentang tarian madu,
di senyum bibirmu.
Dan…
Tentang bintang fajar,
yang merajai hatimu,
Karena aku…?
Tapi kupeluk tahuku
dalam diam dan bisu…
Karena,
sedang tak ingin mempercayai…
Mata, telinga, dan hati…
Tahukah kamu,
Jika kutahu…
Tentang terang cahaya,
di kilatan tatapmu.
Tentang lompatan irama,
di gendang telingamu.
Tentang mekarnya pagi,
di merah pipimu.
Tentang tarian madu,
di senyum bibirmu.
Dan…
Tentang bintang fajar,
yang merajai hatimu,
Karena aku…?
Tapi kupeluk tahuku
dalam diam dan bisu…
Karena,
sedang tak ingin mempercayai…
Mata, telinga, dan hati…
AKU BERTANYA
(Dorslam)
Sering aku bertanya…
Pada angin…
Belum terjawab, awan mengajaknya pergi…
Aku menoleh pada embun…
Belum pagi, mentari menariknya…sepi…
Aku mendekati bintang pagi…
Tinggal dua langkah,
tapi ia selalu lebih jauh lagi…
Aku menuju asal kicau indah itu…
Sepertinya dia yang tahu,
tapi angkasa menyandingnya lebih dulu…
Kini aku berjingkat, tanpa suara
Mendekat, masih untuk bertanya
Pada gemerisik air di ujung sana…
Tapi muara ternyata lebih kuasa…
Akhirnya kutahu…
Pada siapa harus ku labuhkan tanya…
Pada titik yang terselubung jiwa
dan pada Dia…
Yang sering ingin merengkuhku..
Dan aku yang sering terlupa…
Sering aku bertanya…
Pada angin…
Belum terjawab, awan mengajaknya pergi…
Aku menoleh pada embun…
Belum pagi, mentari menariknya…sepi…
Aku mendekati bintang pagi…
Tinggal dua langkah,
tapi ia selalu lebih jauh lagi…
Aku menuju asal kicau indah itu…
Sepertinya dia yang tahu,
tapi angkasa menyandingnya lebih dulu…
Kini aku berjingkat, tanpa suara
Mendekat, masih untuk bertanya
Pada gemerisik air di ujung sana…
Tapi muara ternyata lebih kuasa…
Akhirnya kutahu…
Pada siapa harus ku labuhkan tanya…
Pada titik yang terselubung jiwa
dan pada Dia…
Yang sering ingin merengkuhku..
Dan aku yang sering terlupa…
MY FIRST POEM
(Olala-Voor iemand)
Kilau itu berlalu lalang
Kilap itu memancar
Suara-suara berseliweran
Senyum dan tawa bertebaran
Rona merah malu-malu bersemburan
Sapaan dan kerinduan akan teman lama (menggema)
(tapi) semua timbul tenggelam di terpa angin lembut…
Antara ada…
Antara tiada…
Karena jiwaku tak terjejak di sana!!!
Angan dan akal sehatku terus berlomba!!!
Terus kucoba memandang kilau itu…
(juga) kilap itu…
Terus kupaksa menarik ujung bibirku…
(kala) mendengar suara dan sapaan itu…
Tapi nanar…
Hanya nanar yang merayapi pikiranku…
Aku disana…
Tapi aku juga tidak di sana…
Karena ‘mereka’ masih berlomba…
Sambil bertanya:
Di mana dia…?
Kilau itu berlalu lalang
Kilap itu memancar
Suara-suara berseliweran
Senyum dan tawa bertebaran
Rona merah malu-malu bersemburan
Sapaan dan kerinduan akan teman lama (menggema)
(tapi) semua timbul tenggelam di terpa angin lembut…
Antara ada…
Antara tiada…
Karena jiwaku tak terjejak di sana!!!
Angan dan akal sehatku terus berlomba!!!
Terus kucoba memandang kilau itu…
(juga) kilap itu…
Terus kupaksa menarik ujung bibirku…
(kala) mendengar suara dan sapaan itu…
Tapi nanar…
Hanya nanar yang merayapi pikiranku…
Aku disana…
Tapi aku juga tidak di sana…
Karena ‘mereka’ masih berlomba…
Sambil bertanya:
Di mana dia…?
Subscribe to:
Posts (Atom)